#Ngajar : So, How You Look So Worried?
Asslamu’alaikum. *Uhuk*
Mendadak saya merasa bimbang *Hehe, perasaan idup saya bimbang mulu ya?!*. No, it’s not about lovelife, saya engga
terlalu memikirkan itu sekarang yang lebih penting buat saya saat ini adalah
pekerjaan dan karir. *Eits, klise banget yaa.. ini nih galau galaunya orang
dewasa muda. Cieeh*
Saya kembali mengajukan
sebuah lamaran ke salah satu lembaga pendidikan. Ini entah keberapa kalinya
saya mengajukan lamaran pasca sidang skripsi dan wisuda. Kali ini, saya memilih
sebuah lembaga pendidikan. Bener-bener aneh kan? Jelas-jelas saya bukan sarjana
pendidikan tapi malah ngelamar ke lembaga pendidikan. Jadi guru pulaaa. Haha.
Awalnya, saya memang engga
terlalu tertarik. Berhubung diajakin sama Naqi dan Peri juga ikut, jadilah saya
pun ikut-ikutan. Tapi bukan sekedar ikut-ikutan sih. Ada satu hal yang menarik
ketika saya bertemu dan berdiskusi dengan pengurus sekolah ini. Mereka punya
konsep : ANTI-MAINSTREAM.
Ketika kebanyakan sekolah
meminta anak-anaknya duduk rapi, tenang dan penuh perhatian. Disini justru
sebaliknya, anak dibiarkan bereksplorasi dan berimajinasi sesukanya. Anak
dibuat cinta dengan segala aktifitas yang dilakukannya di sekolah. Tidak hanya
anak-anak normal saja, anak-anak istimewa
pun belajar dan bermain bersama. Aah, benar-benar sekolah anti-mainsteam.
Hahaha.
Tertantang? Jelas! Sekaligus
merasa bimbang. Inikah jalan lain yang harus saya pilih dengan menjadi seorang
guru? Ketika kebanyakan teman-teman saya memilih untuk menjadi jurnalis,
orang-orang kantoran dan mereka sukses bersama perusahaan besar tempat mereka
bernaung. Ah, sebenarnya apa sih yang saya cari?
Obsesi
dan Bermanfaat
Sejak Sekolah Dasar saya
punya cita-cita yang bisa dibilang mainstream-lah yaa.. Saya pengen jadi
dokter. Menginjak SMP, saya mulai tertarik dengan ilmu pengetahuan alam *engga termasuk Fisika,
Haha* dari sana saya mulai punya cita-cita baru. Saya pengen jadi scientist. Sayangnya, impian menjadi
dokter dan scientist harus musnah ketika saya berada di bangku SMA. Yaap, saya
masuk ke SMA dengan jurusan yang bukan IPA *karena engga ada jurusan IPA-nya*
dan akibatnya saya harus melepas hal-hal yang berbau IPA. Gara-gara masuk SMA
ini, saya berkenalan dengan satu pelajaran muatan lokal yang bernama
Jurnalistik. Saya exiting banget
dengan pelajaran ini, sampai akhirnya saya memutuskan untuk kuliah di jurusan
Jurnalistik. Dari sanalah saya punya obsesi lain menjadi Penulis.
Hei, menjadi penulis bukan
berarti harus jadi jurnalis bukan? Yap, karena setiap penulis itu bukan
jurnalis dan tidak setiap jurnalis pun seorang penulis. *Nah, loo… ngomong apa
sih gue? Haha*. Iya, saya ini tipe-tipe manusia aneh yang memilih jalan tidak biasa *baca: Aneh* buat masa
depan saya. Ceritanya pengen jadi penulis, tapi lanjutin project novel aja
malesnya minta ampun. *Huft, apa karena ga ada yang baca kali ya? Ayoo dong
jadi pembaca saya. Peliiiiss, Haha*. Begitupun buat ngisi blog, kalo lagi mood
aja nulis dan menuhin blog. Kalo lagi #mager
#badmood, musnahlah hasrat menulis
seketika.
Mungkin sih, next postingan
bakal saya share juga project novel
ini. Sambil diliat kira-kira ada yang tertarik ga yaa, sama tulisan saya…
*ngarep bingits*. Biasanya sih kalo udah ada pembaca setia, saya suka tergugah
untuk nulis lagi. Sekarang bener-bener stuck,
yang planning-nya pengen selesai akhir bulan ini, hanya tinggal rencanaa.
Aaaah~~~~
Saya berdoanya, semoga jalan
yang saya pilih adalah yang terbaik. Obsesi jadi penulis, merangkap guru di
daerah saya. Jika ditanya finansial, tentu tidak dapat disandingkan dengan
teman-teman saya yang saat ini sudah ada di perusahaan bonafit. Kalo lagi gini, saya jadi tergugah buat merenung kembali …
Sebenernya buat apa sih kita hidup di
dunia ini? *Krik. Krik. Saya pamit dulu yaa.. Hihi*
-Di pagi yang masih mendung,
191214-
0 komentar