#Cerpen : Superhero Abad Millenium
Oleh : Agin Puspa*
“Rey ... ! Ada
kiriman untukmu ...” teriak Ibu dari lantai bawah tepatnya area dapur. Aroma Farfalle[1]
dengan Mornay Sauce[2]
buatan Ibu memenuhi seluruh lantai bawah.
Rey tidak
menggubris perkataan Ibunya. Dia tetap fokus pada game Football Manager 2010-nya.
“Umm...
Seharusnya disini ya .. Oh .. iya .. iya ..” Rey bergumam sendiri menirukan
seorang manager yang mengelola sebuah
tim sepak bola. Dia menikmati dunia barunya sebagai ‘orang penting’ di game itu.
“Rey ... !”
sekali lagi Ibunya berteriak cukup keras. Raa yang saat itu melewati tempat Rey
ikut kesal dibuatnya.
“Hei !” katanya
sambil melayangkan pukulan ke bahu kanan Rey. “Ibu memanggilmu ..!” Suara Raa
agak keras. Rey masih saja acuh, perhatiannya tetap fokus pada game.
“Rey!” Kali ini
suara Raa tepat diarahkan pada telinga Rey.
“Kenapa selalu
berteriak !!” ucap Rey, merasa ketenangannya mulai terusik oleh tingkah Raa.
“Dan kenapa kamu
selalu acuh ?! Ibu memanggilmu dari tadi !” Raa semakin terpancing, rasa
marahnya semakin meledak-ledak.
“Berhenti
berteriak Raa !” Rey mulai beranjak dari tempat duduknya. Tubuhnya yang lebih
tinggi dari Raa membuatnya sedikit
menengadah untuk membalas tatapan marah Rey.
“Kamu juga
berteriak ! Aku kakakmu ! Mana sopan santunmu !” Raa mulai mendorong tubuh Rey
yang ada dihadapannya. Rey dapat menguasai amarahnya, dia hanya mengerutkan
kening tidak peduli dengan perkataan Raa.
“Sudahlah ...
kalian ini seperti anak kecil saja ..” ucap Ibu yang dari tadi memperhatikan
kedua anak kembarnya.
Rey meninggalkan
tempatnya, dia merasa tidak jantan jika harus beradu fisik dengan kakak
perempuannya.
“Rey .. !” Raa
berteriak lebih keras lagi, berusaha mencegah Rey yang telah meninggalkan
tempatnya.
“Apakah harus
selalu berteriak, Raa? Tidak bisakah berbicara dengan suara yang lembut?” tanya
Ibu sambil meletakkan Farfalle-nya di meja makan.
“Ibu, anak
seperti itu harus di didik! Sama sekali tidak peka dengan sekitarnya!” Raa yang
masih kesal kemudian duduk di meja makan. Mengambil dua sendok Farfalle yang
masih hangat dari panci bening dekat piringnya.
“Raa, kamu ini
kakaknya .. Cobalah untuk berbicara lembut terhadap Rey ... Lagi pula kalian
bukan anak lima tahun lagi kan?” Suara lembut Ibu membuat Raa tertegun.
“Kenapa
Ibu selalu membela Rey? Bahkan dia selalu mengacuhkan Ibu ..” Raa menatap
Ibunya, mencari jawaban dari pertanyaan yang dia lontarkan. Ibunya hanya
tersenyum. Entah senyuman dengan arti apa, Raa tidak dapat menafsirkannya.
***
Kiriman berupa
paket itu datang tanpa nama pengirim serta alamatnya. Paketnya seukuran dus
sepatu kets dan agak berat, dibungkus dengan kertas coklat yang biasa digunakan
sebagai sampul buku anak SD. Rey hanya membolak-balikkan kotak itu kemudian
meletakkannya diatas meja belajar dekat buku-buku sekolahnya. Sementara Rey
menjatuhkan dirinya ke atas tempat tidur dengan seprai Manchaster United.
“Bip .. Bip ..
Bip ...” tiba-tiba terdengar suara aneh yang menggema di kamarnya. Rey
terlonjak. Dan mengedarkan pandangannya ke semua sudut.
“Bip .. Bip ..”
suara itu menggema lagi, Rey beranjak dari tempat berbaringnya kemudian mencari
sumber suara. Ketika dia dekatkan telinganya ke kotak itu ...
“Bip .. Bip ..”
“Aah !!! ” Rey
agak berteriak, namun kembali mendekatkan telinganya ke kotak itu. Tapi suara
itu tidak terdengar lagi. Rey terus menatap kotak itu selama lima belas menit.
Tidak ada pergerakkan aneh dari benda itu. Suara ‘bip’ pun tidak terdengar
lagi.
Rey tidak tahan
lagi, dia segera mengambil kotak tersebut membuka bungkusnya. Rey tercengang, mendapati
sebuah kotak dengan warna silver, terbuat dari besi tapi tidak berat. Ada
semacam segel yang melindungi kotak tersebut. Tapi tidak ada lubang kunci
maupun mesin seperti di kamar hotel bintang lima yang harus menggesekkan kartu
untuk membuka pintunya.
“Jadi bagaimana
membukanya?” gumam Rey sambil membolak balikkan kotak tersebut.
“Haalloo ...”
ucap Rey, namun kotak itu sama sekali tidak bergerak ataupun berubah.
“Jangan-jangan memakai sensor suara, seperti di game-game komputer atau di
film-film? Baik kita coba ...”
“Halloo ... namaku
Rey ...” masih tidak ada pergerakkan “Alfarei,” ucapnya lagi.
Dan secara
tiba-tiba, kotak itu bergetar membuat Rey mundur dan melempar kotak tersebut
tepat tergeletak diatas meja belajarnya. Pada saat yang bersamaan Raa membuka
pintu kamar Rey.
“Rey ...” Raa
terkejut dengan keadaan di dalam kamar Rey, sebuah hologram manusia setengah
badan memenuhi ruangan tersebut. Raa masih mematung di depan pintu kamar Rey.
Rey menoleh ke arah Raa kemudian mendekat ke tempat Raa berdiri.
“Cepat masuk”
ujar Rey sambil menarik tangan Raa kemudian mengunci kamar. Raa tidak bereaksi apapun.
“Alfarei ... Aku
manusia abad 25 ...” Hologram seorang manusia paruh baya memenuhi kamar Rey,
sesekali hologram itu terlihat tidak jelas. Hologram itu mulai memperkenalkan
diri.
“Apa ini Rey?”
bisik Raa dengan pandangan tetap pada hologram tersebut.
“Ssstt” Rey
hanya mengangkat telunjuk ke dekat bibirnya, artinya Raa harus diam.
“Tolong kami ...
bumi dalam bahaya ...” dan hologram itu lenyap seketika.
“Blupp !” kotak
itu pun berubah warna menjadi hitam seperti terbakar. Ada semacam aliran
listrik yang masih menyala-nyala di dalamnya.
“Apa artinya ini
Rey?” Raa memalingkan wajah ke arah Rey, berusaha mencari jawaban.
“Entahlah ..”
Rey menjawab tanpa membalas tatapan Raa. Rey larut dalam pikirannya sendiri.
“Aku
benar-benar tidak mengerti ...” ucap Raa sambil memegangi kepalanya yang sama
sekali tidak sakit.
***
Sejak
kejadian minggu siang itu, Rey lebih banyak diam. Tapi, memang seperti itulah
Rey. Sosok misterius, walaupun terlahir sebagai kembarannya Raa tidak pernah
benar-benar tahu tentang adiknya. Mereka lebih banyak bertengkar sejak dulu.
Mungkin
hal ini juga yang menyebabkan ‘ikatan batin’ diantara keduanya sama sekali
tidak terjalin. Raa sebenarnya ingin lebih dekat dengan Rey, namun Raa tidak
tahu bagaimana memulainya hingga terkadang dia mulai dengan pertengkaran yang
menyebabkan Rey selalu mengalah. Walaupun bukan Rey yang melakukan kesalahan.
“Rey
..” Raa menghampiri Rey, yang sedang duduk santai di balkon sepulang sekolah. “Tentang
kotak kemarin .. aku masih tidak mengerti Rey ..”
“Aku
juga Raa ..” Rey mengedarkan pandangannya.
“Apa
yang sedang kamu pikirkan, Rey?” Raa penasaran dengan isi otak Rey.
“Jika
benda itu datang dari abad ke-25, bagaimana caranya benda itu sampai ke tempat
kita?” Rey mengerutkan keningnya.
“Mesin
waktu?” tebak Raa.
“Itu
tidak mungkin Raa .. Mesin waktu cuma omong kosong ...” jawab Rey, meskipun dia
menyukai film fiksi ilmiah namun rasionya tidak pernah percaya dengan hal-hal
yang terjadi dalam sebuah film. Rey mengacak-acak rambutnya, dia masih tidak
mengerti dengan peristiwa hologram itu.
“Rey
.. ada kiriman lagi untukmu ...” ucap Ibu dari halaman belakang rumah sambil mengangkat
jemurannya.
Rey dan Raa saling berpandangan kemudian
keduanya segera berlari menuju lantai bawah. Raa mengimbangi langkah Rey dengan
berlari kecil.
“Jangan
terlalu berharap Raa ..” ucap Rey sambil mengambil kotak dengan bungkusan yang
sama.
“Fisaratku
mengatakan kali ini pasti lebih jelas ..” Raa mengekor di belakang Rey kemudian
keduanya masuk ke kamar Rey untuk melihat kotak tersebut.
Mereka
membuka kotak tersebut, seketika raut wajahnya berubah drastis. Kotak itu hanya
berisi sepatu bola yang dipesan Rey dua minggu lalu melalui toko online.
“Sepatu?”
tanya Raa, bingung.
“Ya
ampun ... ” Rey melempar bungkusan itu ke lantai.
“Jadi
bukan hologram ya? Huh ..” Raa hanya memangku dagu, kecewa dengan temuannya.
“Jangan-jangan
kita sedang dipermainkan ...” ucap Rey yang masih tidak yakin dengan kotak
hologram itu.
“Siapa
yang mempermainkan kita, Rey? Aku rasa, kotak dengan hologram itu adalah
teknologi tinggi. Manusia abad kita belum sampai kesana kan...”
“Siapa
yang tahu Raa ... Negara-negara Adidaya punya ribuan rahasia yang tidak pernah
mereka ungkapkan pada dunia. Bahkan mungkin mereka telah memiliki senjata
nuklir berkekuatan tinggi, atau bom atom yang siap meledakkan dunia kapan saja
...”
“Hei,
Rey ... kita tinggal di salah satu negara Adidaya. Tidak tahu terimakasih kamu,
Rey ..” Raa meluruskan pemikiran adiknya tentang konsep pemikiran yang
dianggapnya benar.
“Tapi
itu kenyataannya Raa .. Jangan membodohi diri sendri, serangan ke negara Irak?
Palestina? Siapa dalang semua pertempuran itu?” Rey semakin berbusa
menyampaikan pemikirannya. Ini pertama kalinya mereka terlibat dalam sebuah
diskusi.
“Rey,
kenapa kita terlibat dalam diskusi seperti ini? Kita sedang membicarakan
hologram, kan?” Raa mengalihkan pembicaraan, dia benar-benar bingung sekarang.
“Aah,
iya Raa ... Sudah, lupakan saja tentang hologram itu. Kepalaku jadi pusing”
ucap Rey sambil membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.
“Aku
juga, Rey .. Tapi aku masih penasaran ...” sahut Raa sambil
mengguncang-guncangkan tubuh Rey.
“Raa
... lagi pula apa urusannya dengan kita? Pesan yang disampaikan hologram itupun
tidak jelas. Jadi sekarang pergilah ... Aku mau tidur ...” ucap Rey sambil
menenggelamkan wajahnya ke bantal.
“Hiss
..!” Raa hanya mengumpat pelan dan keluar dari kamar Rey. Namun pikirannya
terus bergejolak, Raa merasa terpanggil dengan hologram itu. Begitupun dengan
yang Rey rasakan. Sepertinya hal buruk sedang terjadi pada orang yang
mengirimkan hologram itu. Ataukah mereka sedang dipermainkan seperti yang Rey
ucapkan?
***
Raa
menemukan sebuah kotak kecil tergeletak diatas tv, seukuran kotak musik. Raa
meraih kotak itu dan membuka penutupnya. Tapi kotak itu sulit terbuka. Raa
mengguncang-guncangkan kotak itu. Sepertinya kotak itu enggan terbuka.
“Raa,
ada makanan kah ...?” tanya Rey menghampiri Raa yang sedang duduk di sofa depan
televisi. Ayah dan Ibu mereka sedang pergi ke luar kota untuk urusan bisnis
selama weekend ini.
“Umm
... coba saja lihat di kulkas Rey ... Eh, Rey .. coba lihat kotak musik klasik ini
... unik ya, apa ini punyamu?” tanya Raa sambil mengacungkan kotak musik yang
terbuat dari kayu berwarna coklat tua. Sepertinya berasal dari tahun 70-an.
“Kotak
musik?” tanya Rey di ujung dapur setengah berteriak. “Aku tidak punya kotak
musik, Raa ... Punyamu mungkin ...”
“Tapi
aku juga tidak punya Rey ... Apa punya Ibu?”
“Ibu
tidak akan meninggalkan barang berharganya di sembarang tempat” jawab Rey
kemudian mengambil tempat disamping Raa. Mengambil remote dan mencari saluran
yang menarik.
“Hah
... menyebalkan ... tidak ada yang menarik” ucap Raa yang sedari tadi hanya
menonton televisi.
“Coba
Raa, aku pinjam kotaknya ..” Rey membolak-balikkan kotak itu. “Alfarei” Rey iseng
mengucapkan semacam password ke dekat kotak musik itu seperti yang dia lakukan
pada kotak sebelumnya.
Dan
.. tiba-tiba hologram dengan penampakkan yang sama muncul di ruangan tersebut.
Rey dan Raa terlonjak kemudian kembali menguasai diri mereka. Kali ini sungguh
tanpa di duga, hologram itu tersimpan dalam benda yang lebih pantas datang dari
masa lampau. Entah sejak kapan benda itu ada diatas televisi. Yang pasti, ini
pertama kalinya bagi Raa juga Rey menemukan benda tersebut.
“Hallo, aku Rain. Aku hidup di tahun 2400.
Umurku 18 tahun namun terlihat seperti 53 tahun. Ini akibat lingkunganku, aku
mengalami berbagai gangguan kesehatan terutama masalah ginjal karena sedikit
minum air putih. Keadaan manusia abadku amat mengenaskan ..” tanpa basa basi hologram
itu langsung menjelaskan lebih detail.
Muncul
cuplikan yang menggambarkan sebuah kawasan tandus dan kering seperti gurun,
manusia saling berebut untuk mendapatkan setengah gelas air, pulau-pulau
bervegetasi di jaga ketat oleh pasukan bersenjata seperti FBI. Beberapa danau,
sungai dan laut yang kering juga nampak di hologram itu.
Adapula sungai yang
berair namun warnanya terlihat hitam kelam atau biru pekat seperti tercemar
dengan limbah-limbah industri. Billiboard terpasang di kota super canggih
dengan tulisan : “JANGAN BUANG AIR SEMBARANGAN”. Manusia abad 25 nampak keriput, lemah, kulit
pecah-pecah akibat dehidrasi, bahkan banyak koreng dan luka akibat banyak
terpapar sinar matahari karena lapisan ozon dan atmosfer bumi semakin habis.
Sampai
disini, Rey dan Raa tertegun. Mereka meringgis, melihat masa depan bumi yang
mengenaskan. Inilah alasan utama kenapa manusia abad 25 itu sepertinya terus
berusaha untuk berhubungan dengan Rey yang ada di abad 20.
“Para
ilmuwan telah melakukan berbagai investigasi dan penelitian, tetapi tidak
menemukan jalan keluar. Ya .. pada kenyataannya manusia tidak bisa membuat air.
Sedikitnya jumlah pepohonan dan tumbuhan hijau membuat ketersediaan oksigen
sangat berkurang, hal ini membuat turunnya kemampuan intelegensi generasi
mendatang..."
"...Bahkan untuk mendapatkan oksigen kami harus membayar pajak atas
udara yang dihirup: 137 m3 per orang per hari [31.102 galon]. Siapa pun yang
tidak bisa membayar pajak ini akan dikeluarkan dari kawasan ventilasi dengan
peralatan canggih paru-paru mekanik raksasa bertenaga surya yang menyuplai
oksigen.“
Selanjutnya hologram itu menunjukkan sebuah tempat dengan kubah
transparan yang menyelimuti sebuah pulau, banyak orang berkumpul disana dan
tidak sedikit yang mengantri untuk dapat masuk ke kawasan ventilasi itu.
Oksigen dan air menjadi barang yang paling berharga dibandingkan emas dan
berlian pada abad mereka.
“
Meskipun udara dalam kawasan ventilasi
tidak berkualitas baik tapi setidaknya menyediakan oksigen untuk bernafas. Sudah
lama kami merindukan hujan dari langit. Hujan air, yang setelahnya menyebarkan
bau tanah penuh kesegaran. Namun hal itu tidak pernah terjadi, hanya hujan asam
yang sering turun ... Ini menyebabkan umur hidup manusia rata-rata 35 tahun,”
ucapnya sedih, sosok yang baru saja menginjak umur 18 tahun itu menyeka matanya
yang tak berair.
“Tolonglah kami ... jangan biarkan cucu buyut kalian mengenaskan
seperti ini ... Kami butuh pertolongan ..” Manusia abad ke-25 itu lebih mirip
Smeagol di film Lord of the Rings namun dengan tampilan yang lebih modern.
Seperti
biasa, ketika pesan dalam kotak itu tersampaikan hologram pun menghilang begitu
juga media yang menjadi tempat hologram keluar. Hangus seperti terbakar. Benda
itu telah diatur dari tempat pengirimannya untuk meledak setelah pesan tersampaikan.
Raa
dan Rey beranjak dari tempat duduknya. Rey mengambil laptop hitamnya dengan
modem dan siap terjun ke dunia maya mencari informasi. Sementara Raa mengambil
buku ensiklopedia tentang fenomena alam yang tersusun rapi dalam rak buku di
ruang tengah. Tidak lama kemudian keduanya berkumpul kembali di sofa.
“Aku
bingung Rey, kita cari darimana?” ujar Raa sambil membuka ensiklopedia yang
tebalnya sebanding dengan tumpukan tiga buku novel Harry Potter “Deathly
Hollow”.
“Hal
penting yang bisa aku tangkap dari penjelasan Rain tadi, pertama lingkungan
mereka rusak begitupun dengan ekosistem yang ada di sekitarnya. Kedua, mereka
kekurangan pasokan air. Ketiga, oksigen ... mereka butuh lebih banyak oksigen.”
Rey menganalisa dengan cermat.
“Jadi,
apa yang harus kita lakukan agar air tetap terjaga dan oksigen tetap ada?”
tanya Raa sambil memangku dagunya.
“Darimana
datangnya air dan oksigen?” Rey balik bertanya sambil mengerutkan keningnya.
Hening. Mereka larut dalam ‘alam sadar’ masing-masing.
“POHON
!!!” teriak keduanya berbarengan. Raa dan Rey melayangkan high five. Keduanya merasa ada kontak batin yang terhubung kembali.
“Benar
Raa... Lingkungan yang tidak ada pohon tentu akan lebih kering dan pasokan air
di sekitarnya sangat sedikit..” Rey mulai mencari sumber informasi dari dunia
tanpa batas.
“Yap,
karena pohon adalah sumber penyimpanan air. Pohon juga yang mengeluarkan
oksigen untuk manusia. Jika pada abad ke-25 keberadaan pohon sedikit, berarti
masalah utama mereka adalah pohon.”
“Masalah
mereka dan akibat perbuatan kita ...”
“Eh
.. perbuatan kita?”
“Raa,
kamu tahu kan ... pemerintah semakin gencar membumihanguskan hutan untuk
kepentingan para elit. Tidak sedikit lahan yang asalnya hutan disulap jadi
kawasan industri, perumahan elit, villa, hotel, mall ... Jangan salahkan alam
jika suatu hari nanti terjadi kehancuran akibat perbuatan manusia.”
“Jadi
menurutmu, penderitaan manusia abad ke-25 itu karena ulah manusia abad ke-20?”
Rey
mengangguk. “Manusia zaman kita terlalu serakah dalam segala hal.”
“Tapi
Rey, bukankah manusia abad ke-25 itu punya teknologi tinggi. Kenapa mereka
tidak bisa menciptakan air sendiri serta tabung penuh oksigen?”
Rey
menjambak rambut Raa yang terurai sebahu “Bodoh!” ucap Rey. Raa hanya meringgis
kemudian mengelus kepalanya yang sakit namun tidak membalas perbuatan Rey.
“Rain
sudah bilang Raa, tidak ada manusia hebat manapun yang dapat menciptakan air
bahkan membuat oksigen ... secanggih apapun teknologi mereka.”
“Aku
kira dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa, ditunjang teknologi
tinggi hal apapun bisa diciptakan. Bahkan mungkin mesin waktu sekalipun Rey!”
“Sudah
Raa, sekarang kita pikirkan bersama-sama bagaimana caranya melakukan aksi
penanaman ribuan pohon untuk masa depan.”
“Rey,
menurutku menanam saja tidak cukup ... harus ada upaya lain yang menunjangnya
seperti merawat pohon-pohon yang sudah tumbuh besar, menghilangkan pemakaian
tissue, dan kertas ... Iya kan Rey?”
“Tepat
sekali ! Memang menanam saja tidak cukup. Tissue dan kertas terbuat dari pulp
(bubur kertas) yang berasal dari batang pohon akasia dan eucalyptus yang diproses secara kimia. Untuk membuat tissue,
produsen harus membuat perkebunan akasia dan eucalyptus. Hal inilah yang
mempengaruhi degradasi hutan akasia dan eucalyptus ...”
“Tapi
Rey sepertinya kita tidak bisa benar-benar lepas dari pemakaian benda-benda itu
...” ucap Raa agak kecewa membayangkan usaha mereka akan sia-sia.
“Bukan
tidak mungkin untuk mengurangi pemakaiannya kan, Raa? Kita harus bisa
perjuangkan usaha ini. Untuk bumi di masa depan Raa !” Rey menyulutkan kobaran
semangat pada Raa.
Raa tersenyum “Let’s begin for the future !!!” teriak Raa.
Keduanya
sibuk menyusun strategi untuk upaya penyelamatan abad 25 bumi masa depan. Raa
dan Rey tidak ingin bumi-nya menjadi neraka penuh siksaan bagi manusia abad
modern.
Pesan dari Rain telah mengingatkan mereka betapa berharganya keberadaan
hutan lebat, air-air yang mengalir deras dan oksigen yang masih mereka hirup di
abad 20 ini.
Di masa depan, semua itu akan
musnah perlahan. Dan itu akibat perbuatan manusia sendiri.
***
“Rey,
kita seperti superhero ya ...” ucap Raa ketika melakukan aksi penanaman pohon
yang diusungnya bersama Rey.
“Tapi
bukan superman atau batman ...” balas Rey sambil menggundukkan tanah gembur
pada sebuah tanaman kecil.
“Mereka
menyelamatkan orang-orang dari kejahatan ... dan kita menyelamatkan bumi untuk
masa depan. Sebandingkan?” sahut Raa sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh
penjuru bukit. Usahanya dan Rey tidak sisa-sia, banyak teman-teman mereka turut
ambil bagian dalam usaha mereka bahkan pihak sekolah pun mendukung usaha
pelestarian alam mereka.
“Superhero
Abad Milenium. Bagaimana?” tanya Rey menyeka keringat di pelipisnya.
“Kereen
!!!” jawab Raa menepuk-nepuk pundak kembarannya yang berdiri tidak jauh dari
tempatnya kemudian Raa mengangkat kedua jempolnya tanda setuju. Rey hanya
tersenyum menyaksikan setiap detik yang sedang dilaluinya. Usaha ini belum
seberapa memang, namun pasti akan bermanfaat untuk kelangsungan bumi di masa
depan.
Aksi
‘tanamlah pohon sebanyak-banyaknya’ terus dilakukan oleh Raa dan Rey.
Slogan-slogan ‘hematlah air’ atau ‘jangan buang air sembarangan’-pun turut
mereka tempel di berbagai tempat yang mereka temui.
Ketika menginjak perguruan
tinggi keduanya mendirikan sebuah komunitas yang peduli terhadap lingkungan,
dengan fokus pada penanaman serta pemeliharaan pohon. Mereka akan terus
berjuang untuk orang-orang di zaman Rain, sampai akhir hayat yang akan memisahkan
mereka dengan kehidupan.
***
2400 Masehi,
Bumi Abad Milemium
Kecanggihan
teknologi abad 25 memberikan kesan mewah, elegan, dan serba praktis. Rain masih
memandang foto leluhurnya Alfarei dan Neiraa, dua orang pahlawan yang mau
berkorban untuk kehidupan bumi di masa depan.
Pesan yang dia sampaikan melalui
mesin waktu kepada leluhurnya itu telah tersampaikan. Masa depan berubah
drastis, sejauh mata memandang pohon hijau menyebar di berbagai penjuru kota.
Tidak ada lagi kawasan ventilasi,
perebutan setengah gelas air ataupun oksigen buatan di kawasan ventilasi.
Bagi
masyarakat abad Rain, Rey dan Raa adalah dua sosok pahlawan penyelamat masa
depan. Mereka bukan superman, spiderman ataupun batman dalam cerita klasik
sejarah superhero. Namun mereka mampu memberikan usaha penyelamatan bagi bumi
di masa depan. Rain bangga menjadi keturunan dari superhero abad millenium itu.
Suatu
saat nanti, Rain akan mengunjungi kedua buyutnya melalui mesin waktu. Dia akan
sampaikan bahwa usaha keduanya tidak sia-sia.
“Terimakasih,
buyut ... Hidup kami lebih baik sekarang,” ucap Rain sambil memandang ke
arah kota yang hijau dan penuh dengan deretan mobil terbang serta gedung-gedung
canggih pencakar langit.
***
Cerpen ini pernah menjadi cerpen terbaik saat Open Recruitmen FLP Jatinangor 2011
*Biodata
Penulis :
Agina
Puspanurani. Kelahiran Bandung, 24 November 1992.
Saat ini masih aktif sebagai mahasiswi Jurnalistik Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati Bandung. Aktif di Komunitas Rumput dan Forum Lingkar Pena
Jatinangor. Email : gien.poespa@gmail.com.
2 komentar
Ada yg lebih dari buyut? Jangkawareng misalnya? :D
ReplyDeleteMantaap keren agin,,, mampir doongs di srimoelz.blogspot.com. Hehe
Bisa. Nanti dibuatin versi Jangkawareng-nya, haha. Makacih udah mampir :D
DeleteUdah ninggalin jejak disana kaka. Hihihii