#EdisiTraveling : Pendakian Maha-layang

by - 6:19 PM



Selamat pagi ! 

Betapa pagi ini begitu ‘exited’ bagi saya, karena kembali melakukan pendakian setelah hampir 1-2 tahun saya ga naik gunung. Meskipun hanya 1818 mdpl, gunung ini adalah gunung yang ongkosnya paling murah karena letaknya dibelakang kampus saya : UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Dari kampus menuju gerbang masuk gunungnya, bisa dilalui dengan kendaraan bermotor. Jadi cukup iritlah. Atau kalau mau jalan juga bisa, cuman … lumayan jauhlah … belum lagi pendakian ke puncaknya. Jadi, enaknya yaa … pake kendaraan dulu sampai ke gerbang masuknya.


Persiapan dari Gerbang Manglayang
Oiya, saya belum memperkenalkan gunung yang akan segera saya jamah. Namanya gunung Manglayang terletak di Cibiru, Ujung Berung-Bandung dengan ketinggian 1818 mdpl -buat anak-anak UIN, UNPAD gunung ini udah ga asing-. Dan, mari saya perkenalkan kawan-kawan seperjalanan ini … 

Makhluk paling ganteng dalam rombongan ini  bahkan menyaingi Herjunot Ali. Yeaaiiyaa, Riki Apriyandi alias Iki alias Tarno –namanya pernah mejeng di blog saya sebelumnya. Haha-. Is he handsome, isn’t ? :D

Iki

 Makhluk paling cantik dan tiada duanyaa –namun agak cideug, Haha-. Sang model dari brand pakaian muslimah ternama seantero kampus UIN. She is …. R Indriane C Letfi alias Ane. 

Ane

Dan orang terakhir dalam rombongan ini adalah …. Phi ! *uhuk-uhuk*. Ga apa-apa, tadi saya keselek. Hahaha. –nampaknya saya ga perlu memperkenalkan manusia bernama Phi ini. Namanya yang paling eksis di blog ini. Hahaaaa-

Phi

***

Saya mulai darimana ya? Baiklah, tadinya pendakian ini akan kami lakukan bersama Uphil dan Icot. Tapi keduanya mendadak sakit menjelang pendakian. Akhirnya, hanya kami berempat yang mendaki. Dua pasangan dengan komposisi yang paling aneh. Hahaha.

perjalanan menuju puncak
Manglayang menyajikan pemandangan yang indah. Sepanjang pendakian kami disajikan dengan lukisan alam yang tiada tandingannya. Sepuluh menit pertama, kami disajikan dengan pohon pinus yang tumbuh menjulang di sekitar kaki gunung. Dan di sepuluh menit pertama pula, saya mulai minta istirahat pada mereka. Hahaha. Aselinya, saya mulai kecapean padahal biasanya kuat loh ! Mungkin karena baru lagi naek gunung yaa…

Pemberhentian setelah sepuluh menit
Tapi, pemandangan yang disajikan sangat indah. Penampakan langit dan kota Bandung terlihat dari tempat ini. Jadi kami memutuskan untuk rehat dan menikmati panorama Bandung dari tempat kami berdiri. Selain itu, kami pun merekam gambar untuk pendakian ini. Dan Phi, yang paling eksis. Selain karena familiar dengan gunungnya, tingkat kenarsisan-nya pun menjulang tinggi seperti gunung yang akan kami daki. Hahaha. Dia melakukan reportase seperti acara Panji Sang Petualang atau Jejak Si Gundul. 
 
Perjalanan terus berlanjut. Saya jadi orang yang paling akhir dalam rombongan tersebut. Yahh, you know-lah … postur tubuh saya tidak selangsing Ane. Jadi agak-agak melambat gitu ya… Haha. Jadi saya memilih untuk berada di paling belakang. Iki memimpin rombongan, Ane ada diurutan kedua, Phi senantiasa menemani saya yang jalannya lambat dan mulai ‘mopo’ di beberapa titik pendakian.

Sebenarnya dalam waktu 30-60 menit –bahkan kurang dari itu- kita bisa sampai di puncaknya. Namun karena rombongan ini membawa serta saya dan Ane jadi perjalanan agak lambat dan santai. Terlebih lagi, hampir di tiap titik peristirahatan kami selalu menyempatkan photo session. Benar-benar para pendaki yang narsis :D.

Pemberhentian selanjutnya
Beberapa kali kami berganti posisi, menuju tempat yang lebih tinggi, saya berada di urutan kedua. Bertukar posisi dengan Ane. Ternyata pertukaran posisi ini tidak membuat jalan saya semakin cepat, malah menghambat dua orang dibelakang saya. Akhirnya, saya memutuskan untuk kembali di posisi semula dan mempersilahkan Ane dan Phi jalan duluan.

Ane dengan cepat dapat menyusul Iki yang udah jauh. Begitupun Phi, jaraknya semakin menjauh dengan saya. Walaupun beberapa kali dia menunggu sampai wujud saya terlihat oleh jangkauan matanya kemudian dia berjalan lagi, begitu terus. 

“Ayoooo, Gin … Semangaaat !” teriaknya beberapa kali, ketika saya mulai cape dan berhenti ditempat saya. 

“Puncaknya masih jauh ya?” saya terus aja nanya kaya gitu. 

“Deket ko, bentar lagi juga nyampe” jawaban yang sama selama perjalanan berlangsung.

Sepanjang perjalanan kami banyak berbincang tentang gunung, tentang organisasinya dan banyak hal. Dia menjelma menjadi sosok yang bersahabat, walaupun sesekali ada rasa kikuk dan canggung yang dia ataupun saya rasakan. Namun seiring perjalanan ini berlangsung, rasa itu luntur dengan perlahan. Saya, senang … dapat menikmati pendakian ini bersamanya.  Dan berharap hari ini adalah awal untuk pendakian-pendakian selanjutnya bersama dia … Phi.
***

Inilah pemberhentian yang paling berkesan. Di batu besar ini pemandangan lebih indah lagi. Angin melaju lebih kenjang. Dan batu ini hanya bisa ditempati oleh kami berempat. Di bawah batu ada jurang yang menjulang cukup dalam. Lumayan serem lah  kalo jatuh kesana. Jadi, kami mengambil beberapa gambar dari atas batu tersebut. Hahaha.

The Big Stone

Diatas Batu Besar
Batu besar yang kami lewati tadi adalah tigaperempat dari perjalanan menuju puncak yang semakin menanjak. Aaaaah, saya semakin melambat saja. Hahha. Tapi semua perjalanan itu terbayar sudah ketika mencapai puncak ! 

Poto session di dahan pohon yang menjalar menghalangi jalan

Pemberhentian terakhir sebelum sampai puncak
Di puncak, kami ga lupa untuk poto-poto dan makaaan siang ! Hahaha. Total perjalanan sekitar 3 jam. Kami berangkat jam 09.00 nyampe puncak jam 12.00. Penyebabnya karena kami sering istirahat dan ngambil gambar. Tapi ga sia-sia perjalanan 3 jam menuju puncak ituu….
Puncak Maha-layang

Saat kami datang, di puncak hanya ada seorang pendaki yang menunggu rombongannya. Karena iki yang pertama datang jadi dia ngobrol-ngobrol dengan orang tersebut, sementara kami bertiga merebahkan diri dibawah pohon. 

Puncak Maha-layang –semoga aja suatu saat, saya bisa menginjakan kaki di puncak Maha yang sesungguhnya : Mahameru. Hahhaa- cukup luas. Bisa didirikan 3-4 tenda besar disini, kekurangannya hanya satu, ga ada sumber air. Jadi kita harus bawa air yang cukup banyak jika ingin berkemah di puncaknya Manglayang.

Suasana di puncak sangat tenang. Terlebih karena hanya ada kami di puncak ini. Suhu udaranya cerah dan dingin. Sejuk dan angin sepoi-sepoi. Panorama Bandung dan sekitarnya ga terlihat dari sini karena tertutup pepohonan yang lebat. Pendaki yang ngobrol dengan Iki bilang, di puncak timur pemandangannya lebih indah dan Bandung terlihat dari puncak tersebut.

Komposisi paling aneh. Hahaha. Tapi keren : EMPAT KSATRIA
Kami tidak langsung menuju puncak timur, sekitar satu jam lebih kami istirahat di puncak utama Manglayang. Rombongan selanjutnya datang, saya dan Ane mulai usil karena rombongan tersebut datang satu pasang-satu pasang.

“Itu kayanya couple semua ya…” kata Ane, ketika satu pasangan sampai dipuncak dan beristirahat.

“Iya, Ne … Kayanya mereka engga satu rombongan ya…”

“Iya deeh, kayanya pasangan itu lagi marahan deh …”

“Bener. Hahaha. Kita juga duo couple cideug, Ne…”

Saya dan Ane ketawa berdua aja, melihat pendaki-pendaki yang datang. Dan ternyata para pendaki itu memang rombongan para couple. Mungkin ada sekitar 8-5 pasangan deh. Dan ternyata lagi, salah satu diantara mereka adalah adik kelasnya Phi ! Hhaha. Jadilah, Phi bergabung dengan kumpulan mereka untuk ngobrol. Iki juga ikutan nimbrung walaupun ga kenal. Dan kami berdua … asik poto-poto plus tiduran dibawah pohon.
***

Setelah istirahat yang cukup, kami mulai berjalan menuju Puncak Timur Gunung Manglayang. Diantara kami berempat belum ada yang pernah menuju puncak timur. Jadi kami ikuti semua instruksi dari pendaki tadi. Dan kami betemu satu rombongan yang sedang beristirahat sebelumnya. Rombongan tersebut sempat transit di puncak pusat sebelum kedatangan rombongan para couple.
 
Perjalanan menuju Puncak Timur
 Daaaan ….. Subhanallah ! How to Awesome ! Puncak ini tiada duanya. Indaaaaaaaaaaaaaaaah ….. ! Dari sini kota Bandung, Sumedang, dan sekitarnya serta beberapa gunung sekitarnya juga terlihat jelas. Dibawah hamparan langit biru, kami kembali merekam momen indah ini bersama-sama. Keindahannya lebih dari sekedar indah. Kamu harus melihat sendiri dan menikmatinya secara langsung.
Bandung dan sekitarnya dari 1818 mdpl

Puncak Timur Maha-Layang. Yeah !

How the worderfull, right? -pemandangannya maksud saya-

Arak-arakan awan diatas puncak

***

Menjelang pukul 4 sore, perjalanan kami harus berakhir. Kami memutuskan untuk turun menuju dataran rendah tempat kami tinggal. Selama perjalanan turun saya berjalan diurutan kedua setelah Iki, rute tutunan lebih mudah buat saya. Namun Ane mengalami kesulitan, sepatu yang dipakainya bukan sepatu gunung jadi selama turunan dia cukup terhambat dengan sepatunya yang licin. 

Sehingga posisi pun kembali berubah, Phi menemani Ane dan membantunya untuk turun gunung. Saya dan Iki menjadi dua orang pertama yang sampai di gebang masuk tepat ketika adzan maghrib berkumandang. Beberapa menit kemudian Ane dan Phi datang ke tempat kami.

Matahari mulai berpulang keperaduannya, langit perlahan berganti dengan warna kelabu. Seandainya waktu dapat memperpanjang keberadaannya, hari seperti hari ini seharusnya berlangsung lebih lama lagi. Ini adalah kali pertama bagi saya menghabiskan waktu selama duabelasjam bersama Phi. How a great moment … sepertinya koneksi kami mulai terhubung dengan baik. Saya berharap akan ada hari-hari selanjutnya yang bisa kami lewati bersama-sama ….

Sepanjang perjalanan pulang, saya menikmati kerlip lampu yang berada jauh dari tempat saya melihat. Senyuman tak henti mengembang, setiap kali saya berada dibelakang punggungnya. Dia, sang pemilik punggung itu … Terimakasih karena telah berbagi seinci dari duniamu …

*Kosan, 150913

You May Also Like

2 komentar

  1. aku sangat ingin berbagi banyak hal denganmu...
    menjadi bagian besar dalam hidupmu,,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih atas kesedianmu untuk saling berbagi.
      Semoga Tuhan menuntun aku dan kamu di jalan yang sama..

      Delete

©