#EdisiTraveling : Manglayang : Perjalanan Nekat
Setiap perjalanan yang
diniatkan untuk kebaikan selalu membawa hikmat dan berkah. Malam ini saya
berdoa demikian, pasca perjalanan nekat yang kami lakukan hari Jumat, 31
Januari 2014. Yap, siapa yang menyangka perjalanan nekat saya dan Borin akan
mengantarkan kami bertemu dengan orang-orang 'tak biasa' dari mulai berangkat
sampai pulang.
Berawal dari kegelisahan yang
Borin rasakan, kemudian beberapa kali kami ngobrol berdua tentang kerinduan
naik gunung saking penat dan jenuhnya. Akhirnya, saya pun mengiyakan ajakan Borin
itu. Saya pikir, saya pun butuh refresing dari berbagai rasa yang mendera. Berharap
bahwa perjalanan kami akan meringankan apapun yang kami rasakan sebelum
berangkat.
Mulanya saya ragu, pertama
sampai jam 12:00 WIB ga ada satu pun teman kami yang mengkonfirmasi untuk
bergabung bersama kami. Tadinya Borin ngajakin Phi juga, berhubung Phi lagi banyak
kegiatan. Bukan apa-apa loh, Phi kan anak pecinta alam, dia lebih pengalaman
tentang naik gunung, dkknya. Kedua, alat-alat camp yang ga lengkap. Tanpa ada tenda, tanpa jas hujan, dkk. Hanya
sleeping bag, sedikit bensin dan panci disertai camilan ringan dan empat
bungkus mie instan. Ketiga, pada akhirnya kami menempuh perjalanan dari bawah
menuju kaki gunung Manglayang hanya berdua. Ya, hanya dua orang wanita
berpostur kecil ini.
Seperti inilah jika hanya
wanita, kami banyak diketrekin
laki-laki, terong-terongan (baca : anak cowo smp/sma/sd) dan (ini yg paling
asik) disapa dengan warga setempat. Kadang risih juga sih, mengingat kami
bukanlah tipe wanita yg seneng diketrekin. Huh! Coba ada aja, satu orang
laki-laki dalam perjalanan ini. Satu aja ! Oke, skip !
Kami mulai berjalan pukul
14:00 WIB, jalannya jalan santai... Borin beberapa kali ngambil video, katanya
dia lagi pengen belajar ngedit video biar pas KKM ada kerjaan. Haha. Ceritanya
saya jadi talent-nya gitu. Cuma take-take gambar saya yang lagi jalan
sih.. Tapi, itu awalnya...
Daan, belum setengah
perjalanan kami dipertemukan dengan Caleg dari partai PAN yang lagi kampanye
dengan bagi-bagi kerudung ke ibu-ibu dan remaja kaya kami. Ckckck, padahal masa
kampanye belum di mulai loh. Haha, si bapa caleg itu curi star duluan dengan membagi-bagikan kerudung dan ga lupa ada nama
dia dan nomor urutnya.
Si bapanya bilang, "Jangan
lupa ya neng, pilih Bapa. Kalo temen-temennya ada yang mau kerudung, ini kontak
bapa aja. Ini kartu namanya."
"Siap, Pak !" Jawab
Borin sambil ngambil kartu namanya. Alhasil, kami dapet kerudung. Haha. Padahal
pas pemilu mah gimana nanti aja. Ga janji deeh Pa Caleg..
Sumpah, jalan ke gunung Manglayang
turun-naik turun-naik dan bikin mandi keringaat. Saya pernah ke Manglayang satu
kali, bareng Iki, Ane, sama Phi itupun dari bawahnya naik motor sampai gerbang
Manglayang. Karena tujuan kami saat itu mau muncak. Perjalanan kedua bareng
Borin berbeda, kami sengaja jalan kaki dari bawah sampai gerbang manglayang.
Karena tujuan kita mau ngecamp, bukan muncak.
Duo wanita nekat ! |
Perjalanan 'Spiritual'
Sesampainya di gerbang Manglayang,
kami istirahat di sebuah warung. Di warung inilah perjalanan 'spiritual' di
mulai. Mulanya kami bertemu dengan senior dari anak-anak pramuka yang sedang
ada pelatihan. Namanya Ade, dia lebih muda dari saya dua tahun. Dari sana kami
ngobrol cukup banyak.
Gara-gara si Ade ini, kami
terjebak sama salah satu kuncen gunung ini yang lazim disebut 'paranormal'. Yah,
percaya atau engga ... Saya juga sih, tapi sebatas pengen tau aja tentang yang
kaya gitu. Oke, pertamanya telapak tangan kami diliat sama sang kuncen.
Telapak tangan Borin punya
arti kalo dia punya sifat keras. Telapak tangan Ade punya sifat kalo dia ga
bisa nahan amarah. Dan telapak tangan saya punya arti kalo saya orang yang
mudah terpengaruh. Katanya gitu, kami sih cuma iya-iya aja. Haha.
Dari sinilah kami terlibat
obrolan tentang 'jati diri'. Sebenernya saya juga ga terlalu percaya sama yang
gituan sih, tapi sebatas menghargai dia aja. Untuk beberapa hal, dia benar
tentang saya. Namun untuk hal lainnya dia salah. Yang lebih ga logisnya adalah
dia pake doa-doa mohon ke Allah tapi dianya sendiri ga solat loh! Aselinya, pas
adzan ashar, maghrib, isya sama subuh, saya ga liat dia pergi ke musola ataupun
solat di tempat lain. Haha, jadi.. Masihkah harus percaya? Saya dengan tegas
menjawab : TIDAK ! Saya masih punya Allah yang Maha segalanya, segala kesusahan
segala dosa-dosa saya, saya cukup memohon pada-Nya.
Kami melewati malam yang
bener-bener aneh. Diluar dugaan, tidak biasa dan aneh. Yap, karena kami seolah
di bawa ke dunia lain. Borin bilang mirip dejavu
ketika kami bangun pagi. Saya cuma bisa bilang, lebih baik ga pernah tahu
tentang dunia seperti itu dan jangan
pernah menunjukkan rasa penasaran kalian kalo bertemu sama orang-orang kaya
gitu. Percaya atau engga, kalian bisa diseret sampai jauh dari yang Maha Kuasa
meskipun modusnya orang-orang kaya gitu bawa-bawa nama Allah.
Sepulang dari Manglayang, Borin
masih agak bingung dan kita banyak diskusi tentang orang-orang semacam si
kuncen itu. Dan kami ambil kesimpulan bahwa apapun yang terjadi malam itu, kami
hanya perlu berlindung kepada Allah Ta'laa saja. Cukup sampai disana. Aah,
sekarang saya tau dan melihat sendiri.. Ternyata hal-hal yang semacam itu
memang masih ada. Ya Allah, lindungi kami...
Perjalanan Pulang
Setelah malam tadi yang lebih
mirip dejavu-kalo kata Borin. Kami
sengaja berangkat pukul 06:00 WIB dari Manglayang, niatnya pengen cepet nyampe
rumah masing-masing. Kami juga ga sempet pamit sama si kuncen tadi. Biarlaah,
kami hanya meninggalkan pesan saja.
Ada kejadian lucu selama
perjalanan pulang. Kami istirahat di sebuah warung. Sayangnya warung itu ga
buka. Jadi ceritanya kami istirahat disana, dan sarapan dengan mie instan
mentah. Eeh, tanpa diduga tiba-tiba datang bapa-bapa yang ternyata namanya Pa
Encep alumni IAIN tahun 1990. Sekarang beliau bekerja sebagai guru matematika.
Dulunya lulusan jurusan matematika. Bapanya udah tua sih...
Dan gara gara si Pa Encep, si
Borin mati gaya. Dia terpaksa mengakhiri sarapannya dengan mie instan mentah
dan kami terpaksa harus menjadi pendengar setia cerita masa mudanya beliau.
Selama satu jam kami tertahan di tempat itu dalam keadaan perut yang lapar. What!
Saking bosannya. Akhirnya
saya pun melakukan aksi usil. Saya mengambil handpone. Dan ...
"Waalaikumsalam, iya ..
Iya .. Bentar lagi pulang, ini masih dijalan. Oke, oke.."
Click ! Sukses !
Saya berhasil mengeluarkan
kami dari cerita kesuksesan si bapa. Haha. Akhirnya kami pamitan sama si Bapa
gara-gara saya angkat telepon. Suaranya sengaja saya kerasin biar kedengeran
sama si bapa. Haha.
"Mblo, tadi telpone dari siaapa?" Tanya Borin setelah kami
berpisah dengan si bapa.
"Gimana bisa ada telpon,
hp-nya aja lobet. Haha" jawab saya sambil nahan ketawa.
"Anjiiir.. Hahahhaaa"
Kami ketawa ketawa aja
sepanjang jalan pulang. Menertawakan betapa perjalanan ini begitu nekat dan
konyol.
Banyak pengalaman berharga
yang kami dapatkan selama perjalanan ini. Seperti jangan pernah melakukan hal
yang nekat, terutama tetap memaksakan naik gunung sedangkan kalian hanya berdua
dan keduanya wanita. Usahakan minimal berangkat dengan rombongan berjumlah 3
orang, lebih bagus lagi kalo ada laki-laki yang kita kenal. Agar lebih safety tentunya. Yah, tidak bisa
dipungkiri bahwa ternyata kami –para wanita- membutuhkan kehadiran laki-laki
terutama untuk melindungi yaa …. Beruntunglah kalian para lelaki.
See you in another destination.. Dan untuk selanjutnya saya ga akan senekat ini lagi.
Janji.
Sebelum beranjak pulang :) |
*home, 010214
0 komentar