Bye, Si Bawel
gambar dari google.com |
Wuah, selamat pagi yang
tidak enaaak !
Malam tadi, sebelum
tidur, saya membayangkan sedang berada di lapangan luas. kemudian saya berlari
sampai ngos-ngos-an. Saya berhenti
sesaat dan mulai teriak sekeras-kerasnya, sekencang-kencang sampai urat leher
saya rasanya akan putus. Kemudian saya menangis sejadi-jadinya di tempat itu
sampai sesegukan.
Sayangnya yang terjadi
malam itu, saya hanya berbaring di atas tempat tidur kemudian menutupi tubuh
saya dengan selimut sambil memeluk erat guling kesayangan saya. Setelah
membayangkan hal tadi, saya hanya bercucuran air mata sambil terus memeluk erat
guling saya. Saya hanya berpikir sedang berada di lapangan itu sambil menangis.
Akhirnya saya tertidur dalam kondisi yang emosional dan bangun dalam keadaan yang…
kurang baik.
Yaap, saya rasa… saya
berpikir semalaman padahal ceritanya saya tidur. Iya, rupanya fisik saya aja
yang tidur tapi pikiran, hati dan jiwa saya engga. Hasilnya, pasti terasa kan?
Bangun dalam keadaan kepala berat, mata sembab dan hidung berair. Rasanya engga
enak memang, apalagi si hati, rasanya seperti patah hati waktu diputusin sama
pacar tanpa alasan yang masuk akal. #Eaaaa.
Kegagalan berkali-kali
membuat seseorang secara drastis berubah. Ya, berubah untuk bisa menjadi lebih
baik demi tercapainya kesuksesan. Tentu saja, saya pun setuju dengan hal itu.
Namun jika yang diubah adalah sifat kemanusiaan, rasanya saya kurang setuju.
Sifat kemanusiaan yang saya maksud adalah dari tadinya selalu bercerita, selalu
protes atau selalu ngoceh akhirnya memutuskan untuk diam.
Sejujurnya saya tidak pernah
merasa keberatan bahkan tidak merasa terganggu jika dia banyak berceloteh.
Sebaliknya, saya merasa senang, saya seolah mendapat kepercayaan untuk
mendengarkan segala hal yang sedang ia kerjakan, ia alami dan ia nikmati. Namun,
setelah ia mengalami hal yang membuatnya sangat sedih, seketika ia
mendeklarasikan dirinya untuk menjadi pendiam.
Dia pikir, ketika dia
menjadi pendiam, energinya akan lebih banyak tersalurkan kepada hal-hal yang
sedang dikerjakannya. Yap, pemikirannya diperkuat dengan kejadian kejadian yang
pernah ia alami sebelumnya. Dengan menjadi pendiam, dia dapat fokus untuk
mencapai target yang diinginkannya. Dia pikir, kegagalan yang selama ini terjadi
salah satunya karena ia telalu banyak berbicara tanpa action.
Saya sangat mendukung
apapun yang sudah jadi keputusannya. Hanya saja, rasanya saya sangat sedih
ketika harus berpisah dengan sifat bawel dia, sifat protes dia, bahkan
sifat-sifat yang menurut orang lain mungkin ngeselin
namun buat saya selalu betah untuk berlama-lama mendengarkannya. Rasanya
seperti patah hati harus berpisah dengan sifat-sifat dia yang demikian.
Saya hanya merasa belum
siap untuk menerima kenyataan bahwa saya tidak akan sebebas dulu ketika
menghubungi ataupun berbicara dengannya lewat chatting. Dunia saya (mungkin) akan sunyi kembali, sama ketika
sebelum kedatangannya. Mungkin saya hanya khawatir dan takut (benar-benar) kehilangan dia...
Aaah… yaaa, saya tidak boleh egois kan? Hanya memikirkan apa yang saya rasakan tanpa mau tahu apa yang diinginkannya. Ini memang dilema.
Aaah… yaaa, saya tidak boleh egois kan? Hanya memikirkan apa yang saya rasakan tanpa mau tahu apa yang diinginkannya. Ini memang dilema.
Hari ini saja, izinkan
saya untuk bersedih sambil (agak) menangis. Setelah ini saya akan baik-baik
saja, dan kembali ceria seperti biasanya. Sejenak, biarkan saya untuk mencerna
setiap kata, setiap informasi yang telah dia sampaikan. Agar saya lebih memahami
keadaan dia tanpa banyak menuntut ataupun meminta.
Mariii, saya mengumpulkan
dulu si energi positif yaaa…. Sampai jumpa kembali ^.^
Kamis yang masih
mendung, 030316
0 komentar