[Pernah] Jadi Jurnalis

by - 6:36 AM

Sekali-kali boleh narsis lah yaw :p

Hm, ada yang berprofesi sebagai jurnalis? *ajungin tangan dongs, Hahaha*. Saya ikutan ngacungin tangan deh, gini-gini juga saya pernah jadi jurnalis tahu *senyum bangga*. Oke, tapi setelah lulus dari jurusan kewartawanan ini saya tidak memilih untuk menjadi jurnalis. Lah? Terus… buat apa kamu kuliah di jurusan Jurnalistik? *tanda tanya sambil muka bengong, Hahha*

Ee…tapii… di postingan kali ini saya engga akan cerita tentang mengapa saya engga jadi jurnalis sebagai profesi saya. Postingan ini khusus membahas tentang pengalaman saya yang (pernah) jadi jurnalis. Hehehe. Yap, siapa tahu diantara para pendatang yang nyasar ke blog saya ini ada yang berminat untuk masuk ke jurusan Ilmu Komunikasi Konsetrasi Jurnalistik seperti saya.  Baiklah… check this out deh yaaa……

Oke, masa kuliah saya sangat tepat waktu. Masuk tahun 2010 dan lulus tahun 2014. Yap, empat tahun pas—engga prematur dan engga … istilahnya apa yaa? pokoknya engga kelebihan laah. Jurusan yang saya ambil adalah Ilmu Komunikasi dengan konsentrasi di bidang Jurnalistik. Mulanya saya ambil jurusan ini—sebenarnya memang bukan berniat untuk jadi wartawan setelah lulus, meskipun sempat tertarik untuk menekuni profesi ini.

Yap, selama saya kuliah di jurusan jurnalistik dan punya kesempatan untuk kunjungan atau magang di beberapa media, sedikitnya saya jadi tahulah kerjaan jurnalis itu seperti apa—karena saya pun pernah mengalaminya. Sebenarnya enak dan engga enak itu memang tergantung mindset kita sih. Tapi yaa… saya kasih tahu aja ya enak sama engga enaknya jadi jurnalis itu seperti apa.

Mari mulai dengan engga enaknya dulu. Kesan pertama jadi jurnalis itu CAPEK, MAAAKKKK! Cari berita dari satu tempat ke tempat lain, kejar narasumber dari si A kemudian ke si B, dan memantau isu terhangat baik regional, nasional maupun internasional—nah kalau ini jadi berasa orang yang paling update tentang berita, Hahaha. Iya, mau jadi wartawan cetak ataupun elektronik harus siap dengan konsekwensi terpapar sinar matahari dan terguyur hujan deras. It’s true, dan saya pernah mengalaminya -____-.

Kedua, bersiap-siaplah untuk bekerja di hari libur nasional. Iyalaah, jurnalis itu engga ada matinyee… eeh maksud saya engga ada liburnya dan engga tahu waktunya. Jurnalis itu bukan pekerja kantoran yang masuk dari senin sampai jumat dari jam 08.00-17.00. Oh no ! Dalam satu bulan itu liburnya engga pasti, bisa jadi minggu pertama dapet jatah libur hari senin, minggu kedua dapet jatah libur hari rabu, dst… Yang jelas, sangat kecil kemungkinan dapet libur di hari weekend.

Ketiga, siapkan mental jika tulisan atau hasil liputan lewat dari deadline atau bahkan—karena  saking jeleknya tulisan kita, akhirnya Pimpinan Redaksi bilang tolol, bego, dan sejenis umpatan lainnya. Hahaha. *meskipun saya belum pernah mengalami, tapi teman-teman saya yang sudah jadi jurnalis pernah ngalamin hal ini juga*. Yah, intinya sangat perlu banget untuk menyiapkan mental kita ketika—hasil tulisan kita sangaat jelek.

Keempat, beban moral tingkat tinggi—dan menurut saya ini yang paling penting sih. Secara teori, menjadi jurnalis itu harus independen dan  idealis. Independen tuh engga boleh memihak salah satu kubu/partai/golongan. Intinya berita yang harus kita hasilkan harus se-netral-mungkin. Dan idealis itu artinya kita punya prinsip untuk jadi wartawan yang BENER-BENER WARTAWAN bukan WARTAWAN AMPLOP yang bisanya mengancam narasumber atau menulis berita yang engga sesuai fakta. Hadeuuh, mending sobek aja tuh kartu pers nyaaa~~~

Naah, tapi…. menjadi jurnalis itu ada enaknya loh. Iyalaah, saya kasih tahu yaa… berdasarkan pengalaman pribadi saya dan teman-teman saya. Pertama, dapet makan gratis. Oyeah.. saya pernah tuh liputan kuliner dan ketika mau bayar, penjualnya menolak uang saya. Alasannya karena kami udah mau meliput makanan mereka jadi kami engga usah bayar. Nah, looh… enakkan? Kartu per situ memang kartu istimewa, Hahahha.  Eitss, tapi engga boleh dimanfaatkan untuk tipu-tipu yah.

Kedua, jalan-jalan gratis. Coba, siapa yang engga doyan jalan-jalan? Saya yakin pada doyan jalan-jalan kan.. Apalagi kalau jalan-jalannya dibayarin. Widih, mantep tuh. Saya tahu ini dari beberapa teman yang sudah menjadi jurnalis. Mulai dari luar kota, luar pulau sampai luar negeri mereka datangi dengan modal gratis. Yes, memang inilah bagian menyenangkan dari seorang jurnalis.

Ketiga, nonton gratis. Mau nonton apa? Konser artis ibukota?  Konser band  internasional? Sirkus mancanegara? Pertandingan sepakbola? Aduuhhhh, dengan modal kartu pers kamu bisa masuk secara cuma-cuma laahh… Makanya jadi jurnalis itu enak kan? Kamu cukup bermodal kertas dan bolpoin tulis kejadian dari sisi yang paling menarik dan taraaaammmm! Jadilah sebuah berita. Mantep!

Keempat, memiliki kartu pers adalah keistimewaan bagi para jurnalis agar terbebas dari jeratan polisi. Hehehe, untuk yang satu ini pliisss jangan ditiru ya. Beberapa dari teman saya lolos dari jeratan tilang Pak Polisi setelah menunjukkan kartu pers tempat mereka bekerja. Meskipun teman-teman saya ini salah juga sebenarnya, kesalahannya seperti engga menyalakan lampu sen, nerobos lampu merah, belok di rambu forbidden.  Tapi pliss ya kawan-kawan, perbuatan seperti ini apapun alasannya sangat sangat tidak disarankan.

Yaaah, begitulah balada jadi jurnalis. So, ada yang berminat menjadi jurnalis bersih disini?

-Hujan dipenghujung sore, 040516

You May Also Like

0 komentar

©