NHW #3 : Membangun Peradaban dari Dalam Rumah (Bandung, Batch#4)

by - 5:26 PM



Uhm, Nice Homework minggu ini agaknya bikin saya terdiam sejenak. Temanya sangat menggugah dan cukup menggebrak diri saya. Tentunya semkain meyakinkan saya bahwa menikah dan punya anak itu bukan untuk budaya/kebiasaan, karena usia yang semakin menua, ataupun muak dengan pertanyaan "kapan nikah?","kapan punya anak?" ,"kapan ngasih adik?"

Rasanya teramat salah kaprah jika keputusan menikah dan punya anak didasari dengan hal-hal yang telah saya sebutkan. Saya masih merasa butuh berbenah diri dan merenungi kembali tentang makna pernikahan. Materi minggu ini semakin meyakinkan saya bahwa menikah itu adalah komitmen seumur hidup dan bagaimana menyamakan visi dengan pasangan untuk membangun beradaban dari dalam rumah.

Well, ada empat hal yang harus saya renungkan kemudian saya tulis dalam Nice Homework #3 ini. Berikut ini adalah hasil perenungan saya hari ini. Let's check this out!

a. Bagi anda yang sedang memantaskan diri untuk mendapatkan jodoh yang baik, tulislah suara hati anda dengan tema “UNTUKMU CALON IMAMKU”

Izinkanlah saya mengawali NHW#3 ini dengan sepucuk surat cinta untuk calon imamku. Selamat membaca, duhai calon imamku di masa depan .... 

Untuk Calon Imamku
di

Ribuan Kilometer

Hai, calon Imamku ... bagaimana kabarmu hari ini? Semoga setiap langkah yang kamu usahakan selalu dan tertuju hanya untuk sang Semesta. Iya, karena pada akhirnya tujuan kita adalah untuk pulang dan kembali pada-Nya, bukan? Mari kita saling berbenah dan saling mendukung untuk menjadi manusia shalih/ah menurut aturan Tuhan.

Hai, calon Imamku ... agaknya hari pernikahan memang masih samar bagi kita. Namun, bolehkah aku mengalirkan rasaku tentang sebuah pernikahan? Bagiku, menikah bukan hanya untuk menggugurkan stigma 'wanita di usia seperempat abad seharusnya sudah berumah tangga'. Iya, aku sudah lama merenungi hal ini dan aku tidak ingin menjadi wanita yang gagal dalam peran istri pun sebagai ibu.

Pernikahan adalah gerbang awal untuk membangun generasi-generasi Islam yang tangguh dan shalih/ah. Itulah mengapa, memutuskan untuk menikah harus sepenuhnya siap secara lahir maupun batin. Lebih dari itu, siap secara keilmuan. Ilmu menjadi istri dan ibu shalihah. Aku begitu menyadari belum utuh sepenuhnya menjadi wanita shalihah. Ada begitu banyak yang harus kuperbaiki untuk bertransformasi menjadi wanita shalihah.

Jadi, calon Imamku .... tak mengapa kamu belum juga tiba hingga hari ini. Tak mengapa kamu belum juga meminta dan menjemputku dihadapan kedua orang tuaku. Aku tak lagi merisaukan tentang kapan kedatanganmu, aku hanya tahu bahwa untuk bersamamu dan melahirkan putra-putri shalih/ah membutuhkan pengetahuan dan wawasan yang cukup banyak. Yaa, seperti yang kubilang ... aku ingin menjadi istri dan ibu yang hebat dengan ilmu yang kumiliki.

Maka, mari kita saling mendekatkan diri pada sang Pemilik Semesta, menanti dengan sabar, dan terus memperbaiki kualitas diri. Semoga saat waktunya tiba, kita telah bertransformasi menjadi manusia yang lebih berkualitas dan layak mengemban amanat sebagai suami-istri sekaligus orang tua dari anak-anak kita kelak.

Bersamaan dengan terbenamnya sang Surya di ufuk Barat,
Dari calon Makmummu, Gina


b. Lihatlah diri anda, tuliskan kekuatan potensi yang ada pada diri anda.

Selanjutnya, tugas NHW #3 meminta saya untuk melihat diri saya dan menuliskan potensi yang saya miliki. Oke, saya merasa ...  saya adalah seseorang yang penuh kasih sayang, hangat, dan ceria. Saya akan merasa tidak nyaman dalam situasi yang dingin dan kaku, karena itu saya rasanya lebih nyaman saat menjadi orang terheboh dalam sebuah perkumpulan. Heboh dalam arti yang wajar, ya. Soalnya saya juga nggak suka kalau lebay gitu, hahaha. 

Potensi lainnya, saya sebenarnya orang mudah tersugesti. Ini bisa jadi baik jika yang memberikan sugestinya positif dan bisa jadi sebaliknya. Saya bisa menjelma menjadi manusia yang penuh semangat belajar jika ada orang yang memberikan sugesti positif terhadap ilmu tertentu yang menarik minat saya. 

Potensi yang sedang saya kembangnya juga sampai saat ini adalah menulis. Saya memilih untuk menekuni bidang ini karena saya merasa senang saat melakukannya. Menulis beraneka ragam ide---yang mungkin sulit terwujud di dunia nyata, namun sangat mungkin terjadi lewat tokoh-tokoh fiktif yang saya ciptakan. 

Selain itu, pekerjaan menulis (fiksi/non-fiksi) punya jam kerja yang sangat fleksibel. Saya rasa, jenis pekerjaan yang fleksibel ini sangat cocok untuk saya yang nantinya ingin menjadi fulltime wife and mommy. *Duh, ini kok jadi melebar gitu, ya... pembahasannya, hahaha. Baiklah kita cukupkan di sini, ya. :p

c. Lihatlah orangtua dan keluarga anda. Silakan belajar membaca kehendakNya, mengapa anda dilahirkan di tengah-tengah keluarga anda saat ini dengan bekal/senjata potensi diri anda. Misi rahasia hidup apa yang DIA titipkan ke diri kita. Tulis apa yang anda rasakan selama ini.

Sebenarnya, ada banyak hal yang saya rasakan saat berada bersama orangtua dan keluarga orangtua. Tapi saya akan fokuskan dengan kejadian yang baru-baru ini saya alami sejak Emak (nenek dari Ibu) mengalami sakit yang berat, yaitu kanker paru-paru. Saya melihat betapa Ibu saya adalah sosok wanita yang tangguh. Saya yakin dibalik ketegarannya menjalani hari-hari, kesabarannya dalam mengurus Emak, ketangkasannya dalam mengurus rumah tangga, dan kesediannya untuk tetap aktif dalam berjam'iyyah, pasti ada lelah yang sesekali menderanya cukup hebat.

Ah, saya belajar banyak hal dari Ibu saya, dan saya ingin menjadi wanita tangguh layaknya Ibu saya. Saya merasa bahwa Allah menghadirkan saya dalam keluarga ini untuk belajar menjadi wanita yang tangguh dan selalu berserah diri pada-Nya. Ah, betapa Ibu saya secara tidak langsung telah mengajarkan saya bagaimana menjadi sosok wanita yang tangguh dan kuat terutama dalam kondisi tersulit sekalipun.

d. Lihat lingkungan dimana anda tinggal saat ini, tantangan apa saja yang ada di depan anda?adakah anda menangkap maksud Allah, mengapa  anda dihadirkan di lingkungan ini?

Berbicara soal tantangan ke depan terutama yang berkaitan dengan lingkungan sekitar ... Sejujurnya, ini cukup berat, ya... Apalagi dengan lingkungan yang serba kurang baik dan memudahkan seseorang melakukan justifikasi tanpa sumber yang jelas dan kredibel. Terkadang, saya mudah dipengaruhi dengan berbagai informasi yang sebenarnya nggak jelas.

Namun, seseorang yang berpikiran terbuka selalu mengingatkan saya bahwa melakukan justifikasi terhadap seseorang atau sekelompok orang itu bukanlah hal yang bijak. Dia atau mereka selalu memiliki alasan lain yang tidak pernah kita tahu tentang mengapa dia/mereka melakukan suatu perbuatan/mengucapkan suatu perkataan.

Maka dari itulah, berpikir terbuka alias open minded dan tidak menutup diri terhadap setiap kebenaran yang bisa saja datang dari siapapun dengan status apa pun (jika informasinya valid dan dapat dipertanggungjawabkan) adalah pelajaran terbaik yang saya dapatkan sampai saat ini. So, menjadi yang open minded ditengah banyaknya kisruh persoalan yang beraneka ragam memang tantangan tersendiri. 

Yeeaaii, akhirnya NHW #3 ini bisa saya selesaikan. Semoga setelah ini saya semakin mengenali diri saya seutuhnya dan bertransformasi menjadi wanita yang lebih shalihah. Aamiin. Semoga.

Menjelang berbuka puasa, 310517




You May Also Like

0 komentar

©