#GameLevel1 : Menempatkan ‘Saya’ Pada Rasamu (Day 4-Bunsay Pranikah Batch #3)
Sejujurnya, saat Game Level 1 ini dimulai... saya nggak punya skenario atau mungkin ‘komunikasi’ yang memang sengaja saya lakukan dengan sahabat saya. Saya, sih, lebih natural aja... dan saat terjalin sebuah komunikasi, saya mulai mempratikkan materi bulan ini. Sebenernya, agak susah juga, sih... karena bener-bener spontan.
Kalau kata Paul Watzlawick, Janet Beavin, dan Don Jackson mah, we can’t not to communicate. Ini aksioma pertama dari lima dasar komunikasi yang berarti bahwa siapa pun kita nggak mungkin nggak berkomunikasi. Dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi kita pasti melakukan aktivitas komunikasi baik itu dengan orang lain, hewan peliharaan, bahkan dengan diri kita sendiri.
Nah, yang jadi pertanyaannya adalah apakah komunikasi kita sudah produktif? Entah itu pada diri sendiri ataupun orang lain. Di sinilah saya merasa perlu untuk belajar tentang Komunikasi Produktif, karena materi ini nggak saya dapatkan selama empat tahun belajar di jurusan Ilmu Komunikasi. So, I’m lucky because I can learn about it in Kelas Bunda Sayang IIP.
Human communication. Sumber : slideplayer.com |
Oke, seperti pagi ini... Sekitar jam 09.00 saya telepon Sen. Oke, sebenernya saya berniat untuk mengorek informasi tentang apa yang membuatnya bad mood kemarin pagi. Nah, ternyata dia malah curhat akhirnya....
“Pengumuman hasil TOEFL Test hari ini. Prediksiku, sih, bakalan dapet 600 lebih lah... Yaa, sekitar 609,” ujarnya setelah opening dari saya yang cukup membuatnya nyaman.
“Nanggung banget prediksinya. Kenapa skornya 609? Menurutku, sih, kamu bisa dapet 630. Tebakanku, sih, ya...,” sahut saya. Saya cukup yakin kalau Sen itu jago bahasa Inggris-nya.
“Soalnya aku nggak yakin kalau jawabanku bener semua. Yaa, paling Structure 95%, Reading 80%, dan Listening 75%,” dia menjawab dengann optimis.
“Biar pasti, coba hitung kasar aja... Bakal ketahuan dari sana, kan?” saran saya.
“Oke, sebentar...,” kemudian terdengar suara keyboard hp di sela-sela telepon. Sen lagi ngitung-ngitung skor kasar yang akan dia dapatkan dari TOEFL.
“Wuaah, tidaaaaak!” serunya. “Gila, aku cuma dapet 593 aja! Ku kira bakalan sampai 600... Oh, nooo,” suaranya terdengar tidak bersemangat setelah mengetahui skor prediksinya.
“Eh, 590-an itu bagus tahu!” sahut saya bersemangat. Biasa, Sen memang gitu.... Dia perfectionist. Banget.
“Yah, ekspektasiku kan dapet 600... Wah, setelah ngitung-ngitung gini jadi panik sendiri, ya...,” katanya yang mulai terdengar gelisah.
“Hei, dengerin aku.... Gini, ya, kalau dipikirin terus memang nggak ada habisnya... Sekarang, kamu pasrahin aja semuanya sama Allah... Mau berapa pun skor TOEFL-mu nanti, itu pasti yang terbaik, ya? Kalau nilainya 600, Alhamdulillah... Kalau 590, Alhamdulillah juga... Iya, kan?”
“Hmm, iya... Tapi tetep aja ada rasa kecewa, sih. Yaa... wajarlah, ya...,” ujarnya lemas.
“Ga apa-apa, Sen... Kecewa boleh aja, kok. Aku pun bisa merasakan itu,” sahut saya menyampaikan rasa empati kepadanya. “Kabar baiknya, kamu udah punya plan B kalau nilaimu belum mencapai 600, kan...,”
Support each other. Sumber : pinterest.com |
Hari ini saya belajar untuk menempatkan diri saya berada di posisi Sen. Termasuk mempraktikkan kaidah I'm responsible for my communication results yang lebih menekankan pada setiap peralihan dari komunikan kita. Saat suasana hati komunikan memburuk, ada baiknya untuk mengubah cara kita dalam berkomunikasi. Sedikitnya, kita bisa mulai dengan menyampaikan rasa simpati dan mengungkapkan rasa empati dengan cara (salah satunya) kembali menyemangati orang tersebut.
Eits, lagi-lagi, yang nggak bisa ketinggalan kaidah 2C tetep harus diaplikasikan saat berkomunikasi. Pemilihan diksi yang baik akan menghadirkan respon yang cenderung baik juga, dan sebaliknya. Seenggaknya, inilah yang sampai saat ini saya rasakan. Ah, komunikasi selalu punya tantangan sendiri yang harus selalu dilatih agar semakin membaik.
#hari4 #gamelevel1 #tantangan10 hari
#komunikasiproduktif #kuliahbunsayiip
Bandung, 031117
Untuk kenyamanan tokoh yang terlibat dalam cerita ini, nama sengaja saya samarkan. Berhubung posting di blog bersifat publik. Terima kasih.
0 komentar