#OnlineSharing : Ngobrol Tentang Scholarship Bareng Teh Ima di KB Cibiru
Jelang akhir tahun lalu, saya ikutan Online Sharing yang diselenggarakan oleh Kelas Belajar Cibiru IP Bandung. Kelas onlinenya menghadirkan seorang ibu muda yang saat ini sedang melanjutkan studi master di salah satu kampus yang ada di United Kingdom. Ih, keren, kan?
Saya pribadi selalu excited tiap denger orang-orang yang punya pengalaman kuliah di luar negeri. Rasanya ingin segera nyusul buat belajar di sana dengan beasiswa full. Baiklah, mari kita langsung kenalan dengan narasumbernya.
Yuk, Kenalan Sama Teh Ima
Narasumbernya sering disapa akrab dengan nama Teh Ima. Ibu asal Sumedang ini, sejak lulus SMA memilih untuk melanjutkan studi Keperawatan di Universitas Jendral Soedirman (Purwokerto). Setelah lima tahun studi (4 tahun kuliah, 1 tahun profesi), Teh Ima bekerja sebagai asisten dosen dengan peminatan Keperawatan Maternitas di kampus tempat kuliahnya dulu.
Pada November 2016, Teh Ima akhirnya resign sebagai asdos karena ikut suami ke Solo. Selama di Solo Teh Ima fulltime jadi IRT. Selang setahun, tepatnya September 2017 Teh Ima bersama suami dan seorang baby girl akhirnya berangkat ke UK setelah sebelumnya sang suami memutuskan resign dari pekerjaannya sebagai perawat di RS Dr. Moewardi.
Saat ini Teh Ima sedang menempuh studi master jurusan Maternal & Newborn Health di University of Nottingham, Inggris, UK dengan beasiswa LPDP. Dalam sesi pertanyaan, teh Ima banyak berbagi informasi mengenai beasiswa LPDP ini. Yap, beasiswa dari pemerintah Indonesia ini punya banyak benefit bagi awardee apalagi yang sudah berkeluarga. Yuuks, lanjutin lagi ngobrol bareng teh Ima !
Perjalanan Teh Ima Meraih Beasiswa
Bisa dibilang, nggak ada prestasi yang diraih secara gratis. Maksud saya, usaha, tenaga, dan pikiran tentu bagian dari perjuangan yang nggak ada habisnya untuk meraih prestasi. Begitu pun dengan yang terjadi pada Teh Ima. Teh Ima rupanya pernah gagal juga, ia pernah apply beasiswa Chevening dan AAS namun ia gagal. Baginya, usaha yang paling keras ia rasakan saat berjuang untuk mendapatkan skor IELTS yang eligible sehingga bisa kuliah di UK.
Saat kuliah, teh Ima sempat belajar bahasa Inggris di Pare selama satu bulan dan akhirnya pulang dengan oleh-oleh 16 tenses dan grammar dasar. Rupanya, setelah lulus kuliah pun teh Ima memilih untuk kembali ke Pare dan belajar di sana selama 3 bulan. Meskipun sempat mengalami diare, skot TOEFL Like-nya berhasil meningkat dari 450 ke 560.
Sepulangnya dari Pare, teh Ima mengikuti tes di l;mbaga bahasa ITB dan hasilnya TOEFL asli teh Ima hanya 503. Pada tahun 2015 sedang booming beasiswa LPDP, dengan berbekal persiapan 2 minggu (belajar sendiri dari Longman) dan mengikuti tes TOEFL lagi, teh Ima akhirnya mendapatkan skor 583. Pada saat itu LPDP masih menerima TOEFL untuk tujuan Luar Negeri. Puji syukur, akhirnya teh Ima diterima di batch 1 pada Maret 2016.
Hal-hal mengejutkan hadir dalam kehidupan teh Ima, pada tahun 2016 yang seharusnya teh Ima bisa berangkat ke UK akhirnya memutuskan untuk menunda keberangkatan dan memilih untuk menikah terlebih dahulu. Yap, pada Juni 2016 dilamar dan Juli 2016 menikah. Bulan November 2016 akhirnya tes IELTS dan mendapatkan skor pas-pasan banget yaitu 6,5. Saat itu teh Ima memilih puas denga hasilnya kerena disaat yang sama sedang hamil 3 bulan.
Stressfull Saat Pertama Sampai di Negeri Orang
Sebulan pertama tinggal di UK, teh Ima mengalami stres berat karena banyak hal yang harus segera diselaraskan dan dilakukan. Mulai dari yang tadinya bisa berangkat 2016 tapi ditunda karena menikah dan hamil.
Belum selesai adaptasi pasca melahirkan, Teh Ima harus berangkat ke UK dengann bayi usia 2 bulan yang full ASI. Juga, status sebagai mahasiswa baru di negeri orang menjadi tantangan tersendiri. Ah, tentu saja, kulit biduran karena suhu 8 derajat celcius dan teh Ima rupanya alergi dingin.
Teh Ima sempat takut ngomong saat tiba di UK, alasannya karena ternyata bahasa Inggris di sana aksennya berbeda-beda sehingga bikin teh Ima bingung dan seketika vocabularies yang dimiliki lupa semua. Katanya, kalau lagi di bis itu berisik banget berasa suara nyamuk yang ngiung-ngiung di telinga.
Ada lagi yang nggak kalah bikin pusing teh Ima, yaitu sistem pembayaran yang serba pake kartu alias online. Mulai dari bayar listrik, gas, sewa rumah, buka akun bank online, belanja----walaupun cuma belanja beberapa pounds aja.
Tapi memang tidak hanya teh Ima yang mengalami stres seperti ini, setiap orang yang ditanya awalnya pasti stres tapi lama-lama terbiasa juga.
Pengalaman Mengesankan di UK
Fasilitas Publik OK Punya
Transportasi umum bersih, bebas asap rokok, ramah bayi dan lansia (stroller bisa masuk), anak 0-5 tahun dapat pelayanan kesehatan secara gratis (tapi sebelumnya bayar asuransi, jadi nggak bisa dibilang gratis 100% juga), Baby Clinic gratis setiap Senin-Rabu bisa datang kapan saja untuk mengecek tumbuh kembang bayi/anak.
Sering ada sesi bermain anak, taman bermain anak banyak, bisa minum dari kran mana aja karena airnya gratis, perpustakaan banyak dengan hotspot gratis. Fasilitas publik di UK asyik bangeeets kalau kata Teh Ima mah. *Duh, jadi kepengen ke Yuukeeyyy!
Sistem yang Terintegrasi
Terutama kalau mau berobat, tinggal sebut nama dan tanggal lahir kemudian langsung dilayani. Nggak ribet kayak di Indonesia tanya kartu ini-itu.
Di sini teh Ima banyak bertemu jenis orang-orang baru, termasuk dengan cara beribadahnya. Ada muslimah yang shalat dengan celana jeans (padahal mukena tersedia), kakinya kelihatan, di kerudung tapi leher kelihatan (dan dia shalat), dan masih banyak lagi.
Ini yang paling mengesankan bagi teh Ima, walaupun nggak kenal selalu menebar salam dan itu peaceful sekali.
Pround to be Muslim |
Manajemen Waktu Antara Keluarga & Belajar
Bagaimana Teh Ima mengatur waktunya antara keluarga dan belajar? Mungkin pengalaman teh Ima ini bisa banyak menginspirasi keluarga kecil yang salah satu atau kedua orangtuanya sedang melanjutkan studi. Teh Ima biasa membagi tugas menjaga anak, suaminya bekerja dari jam 06.00-09.00, setelah itu teh Ima berangkat ke kampus biasanya sampai jam 17.00.
Teh Ima mengerjakan seluruh tugas dan belajar di kampus karena kalau sudah di rumah mau belajar pun susah pengennya main dengan anak. Nah, terkecuali jika sedang banyak deadline bisa sampai begadang dan nunggu anak tidur dulu.
Jalan-jalan menjadi agenda rutin yang selalu terjadwal, minimal seminggu sekali. Meskipun jalan-jalannya ke pasar untuk beli buah aja.
Ribet Nggak Sih, Belajar di Luar Negeri Sambil Membawa Keluarga?
Pertanyaan inilah yang menjadi pamungkas dari cerita teh Ima selama menjalani studi di UK. Teh Ima bilang, belajar sambil membawa keluarga itu cukup menambah kesibukan, tapi kesibukan yang berfaedah.
Jika tidak membawa keluarga akankah mengurangi beban? Belum tentu juga. Bisa banget sibuk dengan kesibukan yang kurang berfaedah. Teh Ima rasa, lebih baik sibuk karena mengurus keluarga. Kehadiran suami dan anak menjadi endorphine tersendiri saat sedang stres.
Woaahh, inspiring banget, ya? Siapa yang nggak tertarik coba untuk melanjutkan studi apalagi bagi ibu-ibu atau wanita yang sudah menikah. Semoga sharing dengan Teh Ima ini banyak memberikan manfaat, ya. Oh iya, padahal saat online sharing itu ada lho foto teh Ima dan keluarga tapi kayaknya kehapus sama saya. Mohon maaf, ya, jadi nggak ada dokumentasinya.
Bandung, 160118
Kelas Online Sharing ini berlangsung pada 21 Desember 2017.
P.S : Saya ambil gambar dari google berhubung dokumentasi online sharing ini udah terlanjur dihapus.
0 komentar