#Cerpen: 2020 : Kelud’s Eruption [Part 1]

by - 10:16 PM




Menyelami masa lalu memang selalu jadi daya tarik tersendiri. Ya, terutama untukku yang tidak pernah bisa menghentikan kisah-kisah klasik itu bergulir sendiri. Sungguh, sebenarnya indah ketika menapaki setiap episodenya namun ada luka luar biasa hebat yang membuatku tidak mampu untuk mengingatnya, bukan tidak mampu mungkin ... tidak mau. 

Apalagi yang dapat melampaui kebahagiaan seorang gadis ketika kekasihnya telah menyematkan cincin cantik di jari manisnya? Ku rasa, tidak ada. Itu adalah kebahagiaan yang luar biasa. Dan aku merasakan kebahagian itu. Sampai pada titik ini aku berhenti. Mencoba mencegah otakku mengingat lebih jauh lagi. Aku hanya ingin mengingat episode ini saja dan membuat sang waktu berhenti pada saat ini.

Aku tidak pernah ingin menyiksa diriku sebenarnya, namun fungsi organ-organ tubuhku seperti enggan berproduksi. Mereka terlalu lelah untuk mengerjakan semua tugasnya. Dan aku pun enggan untuk memerintahkan mereka bekerja. Aku mayat yang hidup. Entah darimana aku memiliki kekuatan untuk bekerja setiap harinya. Impossible. Karena bagian ini sangat terluka, ada luka yang menganga sangat besar dan itu akan  sulit disembuhkan. 

Aku hentikan air mata yang saat ini telah meleleh mengaliri pipiku. Aku berusaha untuk tidak lagi mengingat episode itu. Aku dan episode itu, tidak akan bisa berdamai sampai kapanpun.

***

Nda, luncur ke Kediri” ujar si Boss, dan dia memberikan beberapa peralatan liputan untukku.

“Ada apa di sana, Bos?” tanyaku sambil membereskan peralatan dan memasukkannya ke ranselku.

“Gunung Kelud menunjukkan aktifitas yang semakin tinggi, diprediksikan tahun ini akan terjadi letusan yang sangat dahsyat, kamu dan Roy stay disana. Utamakan kualitas berita terlambat sedikit ga apa-apa yang penting saya ingin berita yang kalian liput 100% benar tanpa ada kesalahan sedikitpun.”

“Siap boss !!!” ucapku dan Bang Roy serentak, aku sangat bersemangat untuk tugas ini. Pertama kalinya si Boss mengutusku terjun langsung ke lapangan. Ini luar biasa. 

“Jangan kecewakan saya. Semangat ! ” ucapnya dan dia berlalu dari meja kerjaku.

“Siap Boss !! Aku tidak akan mengecewakanmu.” Aku setengah berteriak dan memancing perhatian rekan yang lainnya. Aku hanya memasang wajah tersenyum pada mereka. Bang Roy yang ada di dekatku hanya mengelus kepalaku dengan lembut, seperti seorang Ayah kepada anaknya.

“Aku kan udah lama ga terjun ke lapangan, Bang ...” bisikku pada Bang Roy yang berdiri disamping kananku.

Dia hanya tersenyum.”Kamu bukan amatiran lagi, Nak” sambil meletakkan tangannya di bahuku dan menepuk-nepuknya. Hal ini membuatku kembali tersenyum dan tenang.

Aku dan Bang Roy tiba di lokasi dengan menggunakan mobil pers, Bang Roy adalah wartawan senior yang membimbingku sejak pertama kali aku masuk dalam tim redaksinya, dia bertugas sebagai cameramen. Dia selalu memberikan petuah-petuah ketika liputan dan berbagai halnya secara detail.

***

Inda, tadi Abang udah kontak para peneliti yang mengawasi Gunung itu dan mereka siap diwawancarai sore ini, jadi kamu persiapkan semua pertanyaan untuk mendapatkan informasi dari mereka.” ujar Bang Roy sambil menyiapkan berbagai peralatan yang harus dibawa ketika liputan.

“Siap, Bang !” jawabku sambil tersenyum ke arahnya. Semangat hidupku tiba-tiba muncul kembali. 

“Bagus. Kau memang tangguh ! Seperti itu juniorku .. hahaha” kemudian dia berlalu entah kemana. Mencari warung kopi sepertinya. Eh, apa dia bilang? Junior ? huh, padahal statusku sudah naik. Tapi dia masih saja memanggilku junior. 

Aku bersiap menuju lokasi tempat para peneliti yang tergabung dalam Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi-Kementrian ESDM. Mereka terdiri dari para ahli yang rutin meneliti setiap gunung diseluruh penjuru nusantara, terutama gunung-gunung yang berpotensi untuk meletus kembali. 

Tugas mereka memprediksikan kapan gunung tersebut meletus kembali tujuannya untuk meminimalisir korban yang berjatuhan terutama warga yang tinggal di lereng atau kaki gunung. Yang aku dengar, tahun 2020 ini tepatnya, Gunung Kelud diprediksikan akan meletus kembali setelah 15 tahun yang lalu sempat meningkat aktivitasnya, walaupun tidak meletus. Namun di kabarkan tahun 2020 ini akan meletus dahsyat. 

Aku sampai di tempat berkumpulnya orang-orang pintar itu. Atmosfernya memang berbeda. Setelah berbincang-bincang cukup lama dengan Prof. Yoga selaku ketua dari kelompok peneliti Gunung Kelud, aku dan Bang Roy segera mempersiapkan untuk on air di salah satu acara berita yang disiarkan statsiun tv kami.
“Prof, ini data-data yang di dapat sampai saat ini.” Ujar seseorang berkacamata dan perawakan putih-kurus itu. Aku masih merapikan pakaianku menjelang beberapa menit sebelum on air.

“Oh iya. Terimakasih ya. Ninda, perkenalkan ini salah satu anggota yang bekerjasama dengan saya dalam beberapa penelitian.” Ujar Prof Yoga yang sedari tadi menyadari aku memperhatikan mereka setelah merapikan pakaianku.

“Oh, iya .. Profesor siapa ini?” tanyaku sambil tersenyum mencoba bergurau dengan orang berkacamata itu. Aku tersentak. Raut wajahku berubah drastis saat orang berkacamata itu membalas tatapan mataku. Aku mematung beberapa detik. 

“Farhan” jawabnya dan dia tersenyum sambil mengulurkan tangannya. Aku masih tidak percaya. 

Indaa ... !!” suara Bang Roy yang lantang mengembalikan kesadaran yang sempat hilang beberapa detik yang lalu. Bang Roy memberi isyarat bahwa on air akan segera dimulai.

“Iya ... Ninda “ balasku yang baru tersadar dan aku menyambut uluran tangannya dengan tersenyum. Heran, apa perlu formal seperti ini ? Aku hanya menggeleng.

“Baiklah, Prof. Yoga kita wawancara di sebelah sana, nampaknya Bang Roy sudah siap dan kita langsung on air.” ucapku mengembalikan profesionalitas sebagai seorang jurnalis.

“Iya, ayo ..” sambut Prof. Yoga dengan ramah kemudian mengikutiku menuju tempat shuting. Sementara Profesor yang bernama Farhan itu pamit untuk kembali melaksanakan tugasnya.

***

Aku masih harus tinggal di Kediri selama beberapa hari ke depan. Aktivitas vulkanik dari Gunung Kelud semakin tinggi dan statusnya telah waspada. Aku ikut mengamati seluruh rangkaian aktivitas para peneliti ini, mencoba menggali informasi yang lebih dalam. Meskipun sebagian diantara para peneliti ini menunjukan sikap ‘merasa terganggu’-nya dengan beberapa kali menyuruhku menyingkir dari kerumunan mereka. Ya, termasuk dia : Profesor Farhan.

“Alangkah lebih baik jika kamu menunggu hasil temuan kami saja, kamu tahu? Ini sangat mengganggu.” bisiknya ketika aku ikut mengerumuni sebuah temuan baru dari para peneliti ini.

Aku menatap matanya dengan sinis. Kemudian kembali melakukan aktivitas yang sama. Mentalku telah terlatih, Prof .. ! Aneh, kenapa dulu aku jatuh cinta kepada orang seperti itu. Profesor? huh .. kemajuan yang luar biasa dan aku benar-benar melihatnya sebagai sosok yang berbeda.

Untuk sesaat aku kembali memutar ruang waktu, melintasi masa-masa klasik yang pernah terlewati. Mentalku memang sudah terlatih, namun terkadang episode klasik itu kembali mengerubuniku seperti semut-semut hitam yang mengerubuni gula. 

Aku dan Profesor itu sama-sama memiliki sweet moment saat sekolah menengah pertama kami. Dia adalah cinta pertamaku dan aku adalah cinta pertamanya. Dialah yang sempat menyematkan cincin di jari manisku sebelum akhirnya cincin itu dengan terpaksa aku lemparkan kembali ke arahnya dengan penuh murka. 

Namun, sepertinya Tuhan memiliki cerita lain untuk kehidupanku. Aku harus bertemu lagi dengan cinta pertamaku yang sekarang menjelma menjadi seorang Profesor penjinak gunung. Sampai di sini aku berhenti mengingat. Rasanya aku terlalu terobsesi dengannya sejak empat tahun yang lalu. Apa dia masih mengingat si lumba-lumba yang dia titipkan padaku? Aku tidak berani berharap.

***
Bersambung ke sini, ya ... langsung klik tulisan di bawah ini:

You May Also Like

0 komentar

©