#Cerpen: 2020 : Kelud’s Eruption [Part 1]
Menyelami
masa lalu memang selalu jadi daya tarik tersendiri. Ya, terutama untukku yang
tidak pernah bisa menghentikan kisah-kisah klasik itu bergulir sendiri.
Sungguh, sebenarnya indah ketika menapaki setiap episodenya namun ada luka luar
biasa hebat yang membuatku tidak mampu untuk mengingatnya, bukan tidak mampu
mungkin ... tidak mau.
Apalagi
yang dapat melampaui kebahagiaan seorang gadis ketika kekasihnya telah
menyematkan cincin cantik di jari manisnya? Ku rasa, tidak ada. Itu adalah
kebahagiaan yang luar biasa. Dan aku merasakan kebahagian itu. Sampai pada
titik ini aku berhenti. Mencoba mencegah otakku mengingat lebih jauh lagi. Aku
hanya ingin mengingat episode ini saja dan membuat sang waktu berhenti pada
saat ini.
Aku
tidak pernah ingin menyiksa diriku sebenarnya, namun fungsi organ-organ tubuhku
seperti enggan berproduksi. Mereka terlalu lelah untuk mengerjakan semua
tugasnya. Dan aku pun enggan untuk memerintahkan mereka bekerja. Aku mayat yang
hidup. Entah darimana aku memiliki kekuatan untuk bekerja setiap harinya.
Impossible. Karena bagian ini sangat terluka, ada luka yang menganga sangat
besar dan itu akan sulit disembuhkan.
Aku
hentikan air mata yang saat ini telah meleleh mengaliri pipiku. Aku berusaha
untuk tidak lagi mengingat episode itu. Aku dan episode itu, tidak akan bisa
berdamai sampai kapanpun.
***
“Nda, luncur ke Kediri”
ujar si Boss, dan dia memberikan beberapa peralatan liputan untukku.
“Ada
apa di sana, Bos?” tanyaku sambil membereskan peralatan dan memasukkannya ke
ranselku.
“Gunung
Kelud menunjukkan aktifitas yang semakin tinggi, diprediksikan tahun ini akan
terjadi letusan yang sangat dahsyat, kamu dan Roy stay disana. Utamakan kualitas berita terlambat sedikit ga apa-apa
yang penting saya ingin berita yang kalian liput 100% benar tanpa ada kesalahan
sedikitpun.”
“Siap
boss !!!” ucapku dan Bang Roy serentak, aku sangat bersemangat untuk tugas ini.
Pertama kalinya si Boss mengutusku terjun langsung ke lapangan. Ini luar biasa.
“Jangan
kecewakan saya.
Semangat ! ” ucapnya dan dia berlalu dari meja kerjaku.
“Siap
Boss !! Aku tidak akan mengecewakanmu.” Aku setengah berteriak dan memancing
perhatian rekan yang lainnya. Aku hanya memasang wajah tersenyum pada mereka. Bang
Roy yang ada di dekatku hanya mengelus kepalaku dengan lembut, seperti seorang
Ayah kepada anaknya.
“Aku
kan udah lama ga terjun ke lapangan, Bang ...” bisikku pada Bang Roy yang
berdiri disamping kananku.
Dia
hanya tersenyum.”Kamu bukan amatiran lagi, Nak” sambil meletakkan tangannya di
bahuku dan menepuk-nepuknya. Hal ini membuatku kembali tersenyum dan tenang.
Aku
dan Bang Roy tiba di lokasi dengan menggunakan mobil pers, Bang Roy adalah
wartawan senior yang membimbingku sejak pertama kali aku masuk dalam tim
redaksinya, dia bertugas sebagai cameramen.
Dia selalu memberikan petuah-petuah ketika liputan dan berbagai halnya secara
detail.
***
“Inda, tadi Abang udah kontak
para peneliti yang mengawasi Gunung itu dan mereka siap diwawancarai sore ini,
jadi kamu persiapkan semua pertanyaan untuk mendapatkan informasi dari mereka.”
ujar Bang Roy sambil menyiapkan berbagai peralatan yang harus dibawa ketika
liputan.
“Siap,
Bang !” jawabku sambil tersenyum ke arahnya. Semangat hidupku tiba-tiba muncul
kembali.
“Bagus.
Kau memang tangguh ! Seperti itu juniorku .. hahaha” kemudian dia berlalu entah
kemana. Mencari warung kopi sepertinya. Eh, apa dia bilang? Junior ? huh, padahal
statusku sudah naik. Tapi dia masih saja memanggilku junior.
Aku
bersiap menuju lokasi tempat para peneliti yang tergabung dalam Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi-Kementrian ESDM. Mereka terdiri dari para
ahli yang rutin meneliti setiap gunung diseluruh penjuru nusantara, terutama
gunung-gunung yang berpotensi untuk meletus kembali.
Tugas mereka
memprediksikan kapan gunung tersebut meletus kembali tujuannya untuk
meminimalisir korban yang berjatuhan terutama warga yang tinggal di lereng atau
kaki gunung. Yang aku dengar, tahun 2020 ini tepatnya, Gunung Kelud diprediksikan
akan meletus kembali setelah 15 tahun yang lalu sempat meningkat aktivitasnya,
walaupun tidak meletus. Namun di kabarkan tahun 2020 ini akan meletus dahsyat.
Aku
sampai di tempat berkumpulnya orang-orang pintar itu. Atmosfernya memang
berbeda. Setelah berbincang-bincang cukup lama dengan Prof. Yoga selaku ketua
dari kelompok peneliti Gunung Kelud, aku dan Bang Roy segera mempersiapkan
untuk on air di salah satu acara
berita yang disiarkan statsiun tv kami.
“Prof,
ini data-data yang di dapat sampai saat ini.” Ujar seseorang berkacamata dan
perawakan putih-kurus itu. Aku masih merapikan pakaianku menjelang beberapa
menit sebelum on air.
“Oh
iya. Terimakasih ya. Ninda,
perkenalkan ini salah
satu anggota yang bekerjasama dengan saya dalam beberapa penelitian.” Ujar Prof
Yoga yang sedari tadi menyadari aku memperhatikan mereka setelah merapikan
pakaianku.
“Oh,
iya .. Profesor siapa ini?” tanyaku sambil tersenyum mencoba bergurau dengan
orang berkacamata itu. Aku tersentak. Raut wajahku berubah drastis saat orang
berkacamata itu membalas tatapan mataku. Aku mematung beberapa detik.
“Farhan” jawabnya dan dia
tersenyum sambil mengulurkan tangannya. Aku masih tidak percaya.
“Indaa ... !!” suara Bang Roy
yang lantang mengembalikan kesadaran yang sempat hilang beberapa detik yang
lalu. Bang Roy memberi isyarat bahwa on
air akan segera dimulai.
“Iya
... Ninda “ balasku yang baru
tersadar dan aku menyambut uluran tangannya dengan tersenyum. Heran, apa perlu
formal seperti ini ? Aku hanya menggeleng.
“Baiklah,
Prof. Yoga kita wawancara di sebelah sana, nampaknya Bang Roy sudah siap dan
kita langsung on air.” ucapku mengembalikan profesionalitas sebagai seorang
jurnalis.
“Iya,
ayo ..” sambut Prof. Yoga dengan ramah kemudian mengikutiku menuju tempat
shuting. Sementara Profesor yang bernama Farhan
itu
pamit untuk kembali melaksanakan tugasnya.
***
Aku
masih harus tinggal di Kediri selama beberapa hari ke depan. Aktivitas vulkanik
dari Gunung Kelud semakin tinggi dan statusnya telah waspada. Aku ikut
mengamati seluruh rangkaian aktivitas para peneliti ini, mencoba menggali
informasi yang lebih dalam. Meskipun sebagian diantara para peneliti ini
menunjukan sikap ‘merasa terganggu’-nya dengan beberapa kali menyuruhku
menyingkir dari kerumunan mereka. Ya, termasuk dia : Profesor Farhan.
“Alangkah
lebih baik jika kamu menunggu hasil temuan kami saja, kamu tahu? Ini sangat
mengganggu.” bisiknya ketika aku ikut mengerumuni sebuah temuan baru dari para
peneliti ini.
Aku
menatap matanya dengan sinis. Kemudian kembali melakukan aktivitas yang sama.
Mentalku telah terlatih, Prof .. ! Aneh, kenapa dulu aku jatuh cinta kepada
orang seperti itu. Profesor? huh .. kemajuan yang luar biasa dan aku
benar-benar melihatnya sebagai sosok yang berbeda.
Untuk
sesaat aku kembali memutar ruang waktu, melintasi masa-masa klasik yang pernah
terlewati. Mentalku memang sudah terlatih, namun terkadang episode klasik itu
kembali mengerubuniku seperti semut-semut hitam yang mengerubuni gula.
Aku
dan Profesor itu sama-sama memiliki sweet
moment saat sekolah menengah pertama kami. Dia adalah cinta pertamaku dan
aku adalah cinta pertamanya. Dialah yang sempat menyematkan cincin di jari
manisku sebelum akhirnya cincin itu dengan terpaksa aku lemparkan kembali ke
arahnya dengan penuh murka.
Namun, sepertinya Tuhan memiliki cerita lain untuk
kehidupanku. Aku harus bertemu lagi dengan cinta pertamaku yang sekarang menjelma
menjadi seorang Profesor penjinak gunung. Sampai di sini aku berhenti mengingat.
Rasanya aku terlalu terobsesi dengannya sejak empat tahun yang lalu. Apa dia
masih mengingat si lumba-lumba yang dia titipkan padaku? Aku tidak berani
berharap.
***
Bersambung ke sini, ya ... langsung klik tulisan di bawah ini:
0 komentar