Membentuk Multikulturalisme Melalui Media Massa

by - 3:12 PM


 Oleh : Agina Puspanurani


Pemahaman tentang Multikulturalisme harusnya menjadi salah satu prinsip bagi seluruh bangsa Indonesia. Dengan multikulturalisme, segala perbedaan dapat dinetralisir karena antar suku, agama maupun ras yang berbeda sama-sama saling menghargai dan berkomitmen terhadap keberagaman budaya. Multikulturalisme berkembang pada 1970-an. Pada tahun itu, pemerintah Kanada dan Australia menetapkan multikulturalisme dalam kebijakan mereka.  Sementara di Indonesia, multikulturalisme berkembang sekitar 1998 setelah terjadi penyerangan terhadap etnis Tionghoa pada kerusuhan Mei serta konflik etnis dan agama di sejumlah daerah.

Multikulturalisme adalah komitmen pada keseragaman budaya atau commitments to cultural diversity (Goldberg, 1994). Artinya, mulikulturalisme lebih menekankan paada keberagaman pada tingkat kaum, puak, golongan. Keberagaman ini selanjutnya dituangkan dalam berbagai kebijakan yang dipegang oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintahlah yang lebih berperan untuk membuat kebijakan yang tidak memihak salah satu budaya atau agama sehingga tidak menimbulkan tirani minoritas dalam bermasyarakat.

Media Massa (Mass Media)- singkatan dari Media Komunikasi merupakan channel of mass communication, yaitu saluran, alat atau sarana yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa (Romli, 2005; 5). Komunikasi Massa artinya menyampaikan informasi atau gagasan yang ditujukan kepada orang banyak melalui media massa. Media massa merupakan sarana stategis untuk menyampaikan misi Multikulturalisme.

Dewasa ini mulai banyak media yang secara tidak langsung membawa misi multikulturalisme pada konten beritanya. Contohnya saja berita tentang perayaan Tahun Baru Imlek di Singkawang Januari 2012 lalu yang disiarkan oleh beberapa statsiun televisi. Ini merupakan misi multikulturalisme, melihat latar belakang Singkawang yang dihuni oleh berbagai etnis, suku bahkan agama. Namun mereka satu sama lain saling menghargai hari raya tetangganya. Dalam arti, ikut meramaikan bahkan larut dalam euforia hari raya suku atau agama lain.

Disinilah peran media yang sangat kuat untuk menciptakan iklim multikulturalisme pada bangsa Indonesia. Segala sesuatu yang ada di dunia ini bersifat multi, plural, banyak atau jamak, hanya Tuhan yang bersifat mono, tunggal atau esa. Multikulturalisme merupakan hukum alam yang tidak dapat ditentang oleh siapapun. Media yang mengabaikan paham ini akan ketinggalan zaman. Perlu diingat, media bukan hanya sekedar latah dengan tren multikulturalisme karena di pihak lain masih banyak masyarakat yang intoleran, eksklusif bahkan fanatik. Media harus berusaha keras mengemas misi multikulturalisme sampai melekat pada pribadi bangsa.

Selain kewajiban Media Massa untuk mengusung multikulturalisme, pada prakteknya para jurnalis turut berperan dalam mengemban misi tersebut. Artinya, mereka wajib melihat setiap peristiwa secara objektif meskipun jurnalis itu termasuk dari salah satu suku, agama atau ras yang sedang bertikai (misalnya). Bukannya menciptakan atmosfer yang baik malah membuat suasana semakin gerah bahkan memanas akibat pemberitaan yang tidak berimbang (lebih memihak salah satu yang bertikai). Inilah tantangan bagi media untuk menciptakan jurnalis yang paham multikulturalisme dan keberimbangan sebuah informasi.

Dalam buku Menentang Tirani Mayoritas karya Ahmad Junaidi dkk, menyebutkan bahwa untuk menuju media atau jurnalis multikulturalis ada beberapa langkah yang harus ditempuh : (1) menjadikan multikulturalisme sebagai (sub) ideologi, (2) pelatihan jurnalisme multikultural, (3) mempelajari dan memahami kultur, etnik, dan agama lain, (4) memperbanyak peliputan dan pemberitaan yang menggambarkan keragaman kultur, etnik dan agama, dan (5) mengembangkan jurnalisme damai.[]

Artikel ini pernah dimuat pada portal berita Jurnal Pos Online (www.jurnalposonline.com)

You May Also Like

0 komentar

©